Indonesia dan negara Emerging lainnya, selama ini harap-harap cemas menunggu kepastian The Fed terkait dengan rencana Bank Sentral negara Adidaya tersebut yang akan menaikkan tingkat suku bunga. "Penantian" akan kepastian hal tersebut (kenaikan suku bunga The Fed) akhirnya terjawab hari ini. Ya, terhitung hari ini The Fed resmi mengumumkan kenaikan suku bunga acuan dari 0,25 menjadi 0,5%. Kenaikan suku bunga acuan ini merupakan cerminan bahwa saat ini Amerika mulai masuk dalam kebijakan yang lebih ketat.. Lalu bagaimana imbasnya kepada Indonesia?
Masih segar diingatan kita, saat masa-masa galau menunggu kepastian langkah The Fed dalam menaikkan suku bunga acuan, saat itu bertepatan dengan langkah Pemerintah China yang melakukan devaluasi Yuan, ditambah lagi dengan ulah spekulator yang mengharapkan windfall profit sehingga pada saat itu rupiah nyaris menyentuh angka Rp15.000 per Dollar AS (USD).
Saya terkagum membaca komentar salah satu sosok idola saya yaitu bapak Faisal Basri, seperti dikutip dalam detik.com berikut ini :
"The Fed umumkan naik 0,5% tapi kan inflasi AS 0,5%. Itu hanya impas. Kalau Indonesia, inflasi 4,9% dengan BI Rate 7,5% jadi selisih 2,6%. Padahal Desember inflasi kisaran hanya 3%. BI masih tinggi saja suku bunganya. Behaviour BI macam apa itu," dalam diskusi Forum Diskusi Ekonomi Indonesia (FDEI) di Penang Bistro, Jakarta, Kamis (17/12/2015.
Sungguh analisis yang sangat cerdik dari seorang Ekonom seperti Faisal Basri. Terlepas dari diturunkan atau dinaikkannya BI-Rate, kita tunggu kepastiannya, dan respon BI yang kabarnya saat ini sedang mengadakan RDG.
Tantangan Kedepan
Dari kacamata saya sebagai seorang pelajar, untuk kedepannya (apalagi mengingat The Fed akan menaikkan suku bunga acuan secara bertahap) maka potensi pelemahan rupiah terhadap USD merupakan fokus utama BI saat ini. setidaknya ada 2 alasan menurut saya yang akan menyebabkan USD menguat terhadap Rupiah :
Pertama, kebijakan The Fed menaikkan suku bunga acuan merupakan pergerakan besar dari easy money kepada kebijakan yang lebih ketat dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi AS dan menarik dana masuk ke AS (Meski berimbang antara inflasi dan suku bunga acuan). Dengan kata lain, kedepannya AS sendiri yang menyebabkan mata uangnya menguat.
Kedua, kebijakan ekonomi negara-negara emerging (yang juga merupakan "rekan bisnis" Indoensia) yang sifatnya "lebih akomodatif" tujuannya sama dengan AS, yakni untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masing-masing negara, namun secara tidak langsung membuat mata uang AS semakin menguat.
Disisi lain, banyak Pekerjaan Rumah yang harus diselesaikan oleh bangsa ini. Salah satunya adalah masalah sturktural, dimana Indonesia lebih banyak mengekspor bahan mentah (minim value added). Disamping itu, geliat perekonomian dalam negeri harus terus ditingkatkan dengan cepat memberlakukan Paket-paket kebijakan deregulasi dibidang ekonomi. Disamping itu, peran BI dalam perekonomian makro yang sifatnya lebih sebagai antisipasi kondisi ekonomi baik global maupun nasional harus terus ditingkatkan dan lebih proaktif.
Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge