Saya terinspirasi membuat postingan ini saat sedang menonton tv dan terdapat running text yg menginformasikan bahwa musim kemarau akan lebih panjang akibat fenomena el nino.
Memang bisa dirasakan musim kemarau kali ini lebih panjang dari biasanya, setidaknya musim penghujan baru akan datang awal november nanti (http://m.okezone.com/read/2015/07/30/337/1187947/bmkg-kekeringan-di-indonesia-dampak-el-nino).
Tentu sektor yang paling merasakan dampak kekeringan ini adalah sektor pertanian, kekeringan dahsyat yg melanda selama ini menyebabkan petani di berbagai daerah gagal panen. Sederhananya saja, maka schedule pengembalian terhadap kredit yg disalurkan ke sektor ini kemungkinan besar akan terganggu dan berpotensi berdampak pada menurunnya kualitas kredit (menurunnya kolektibilitas).
Lebih jauh lagi, industri kecil-menengah seperti restoran bisa saja ikut merasakan dampak karena terganggunya supply bahan baku, jika bahan baku langka maka harga bahan baku tersebut akan naik, lalu otomatis harga2 makanan yg dijual oleh restoran juga akan meningkat. Jika daya beli konsumen masih bisa menjangkaunya tentu hal tsb tidak memiliki dampak yg signifikan. Masalah baru timbul jika daya beli masyarakat ikut menurun sehingga tidak dapat menjangkau harga2 makanan yg ditawarkan, jika dibiarkan, tentu restoran2 akan mengalami penurunan omset yg dapat berujung pada penurunan laba (atau dalam kondisi yg ekatrim bisa saja merugi), selanjutnya tentu kredit yg disalurkan kepada industri kecil-menegah khususnya restoran juga berpotensi meningkatkan NPL.
Pesan yg ingin saya sampaikan dari iluatrasi diatas adalah :
Tidak dapat dipungkiri terdapat berbagai macam portofolio kredit yg dimiliki suatu bank (tujuan ini juga bermaksud untuk menyebar risiko). Dalam rangka menerapkan manajemen risiko dan menjalankan prinsip kehati-hatian bank, maka bank perlu mempertimbangkan segala macam aspek, tidak terkecuali yg berasal dari eksternal bank (unexpected) seperti kebijakan dalam negeri, bencana alam, kondisi persaingan di setiap sektor industri, dll. Dengan bersikap pro aktif setidaknya bank dapat menentukan langkah2 antisipasi yg nantinya dapat memitigasi dampak risiko yg mungkin terjadi.
So, benar kata dosen saya dulu (trims pak Ian Jacob), bankir itu dituntut memiliki kapasitas dan kompetensi dalam menjalankan profesinya serta harus memiliki hati nurani (etika) seorang bankir.
Mari Berteman ^^