Menurut Kamus yang dimuat dalam situs resmi Bank Indonesia (bi.go.id), disebutkan bahwa kredit sindikasi adalah:
“pemberian kredit oleh sekelompok bank kepada satu debitur, yang jumlah kreditnya terlalu besar apabila diberikan oleh satu bank saja (loan syndication)”
Kredit sindikasi di Indonesia pada awalnya diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/33/UPK tanggal 3 Oktober 1973 mengenai Pembiayaan Bersama oleh Bank-Bank Pemerintah (Konsorsium), dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/26/UPK yang dikeluarkan pada tahun 1979. Terakhir, kredit sindikasi diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/23/DPD tertanggal 8 Juli 2005.
Iswahjudi A. Karim dalam makalahnya berjudul “Kredit Sindikasi” menyebutkan bahwa Kredit Sindikasi atau ”Syndicated Loan” ialah pinjaman yang diberikan oleh beberapa kreditur sindikasi, yang biasanya terdiri dari bank-bank dan/atau lembaga-lembaga keuangan lainnya kepada seorang debitur, yang biasanya berbentuk badan hukum; untuk membiayai satu atau beberapa proyek (pembangunan gedung atau pabrik) milik debitur.
Mengapa kredit sindikasi dilakukan? Iswahjudi A. Karim selanjutnya menjelaskan bahwa kredit tersebut diberikan secara sindikasi, karena jumlah yang dibutuhkan untuk membiayai proyek tersebut sangat besar, sehingga tidak mungkin dibiayai oleh kreditur tunggal. Hal ini sesuai dengan definisi di atas, bahwa dalam pemberian kredit sindikasi, jumlah kreditnya terlalu besar apabila diberikan oleh satu bank saja.
Menurut Budhiono Budoyo, keuntungan memberikan kredit sindikasi adalah:
1. Dapat mengatasi masalah BMPK (Batas Maksimal Penyaluran Kredit)
2. Risk Sharing dengan bank lain
3. Memupuk hubungan kerjasama dengan suatu grup usaha.
4. Meningkatkan Fee Based Income (pendapatan yang berasal dari fee)
5. Learning process bagi participating bank. Ada beberapa bank yang tidak mempunyai pengalaman dalam kredit sindikasi. Dengan menjadi salah satu peserta sindikasi, maka bank tersebut dapat mempelajari mengenai kredit sindikasi
6. Agar dikenal di pasar sindikasi, bagi bank sulit untuk masuk ke dalam suatu kredit sindikasi terutama apabila tidak mempunyai pengalaman sindikasi.
Hal di atas disebutkan oleh Budhiono Budoyo dalam makalahnya berjudul “Aspek Bisnis dalam Pembentukan Kredit Sindikasi dan Tanggung Jawab Masing-Masing Pihak di Dalamnya” yang dibukukan dalam proceedings “Kredit Sindikasi”, hasil kerjasama Pusat Pengkajian Hukum dan Mahkamah Agung RI.
Sementara itu, Arief T. Surowidjojo dalam makalahnya “Aspek Hukum yang Harus Diperhatikan dalam Kredit Sindikasi” menguraikan beberapa permasalahan dalam kredit sindikasi yang harus diperhatikan antara lain:
1. Hak, kewajiban dan tanggung jawab anggota sindikasi, harus secara detail diatur dalam perjanjian.
2. Hak, kewajiban dan tanggungjawab debitor pada para kreditor, misalnya kapan wanprestasi terjadi, apakah cukup bila wanprestasi terjadi pada satu kreditor atau harus kepada kreditor yang lain juga.
3. Masalah enforcement hak-hak anggota sindikasi.
4. Masalah dengan hukum dan yurisdiksi, apabila salahsatu peserta sindikasi adalah entity asing yang tunduk pada hukum asing. Menjadi masalah ke mana penyelesaian sengketa akan diajukan?
Jadi, karena rumitnya perjanjian kredit sindikasi ini, maka perlu kehati-hatian lebih dari pihak bank sebelum memutuskan apakah akan ikut dalam suatu perjanjian kredit sindikasi.
1. Peraturan Bank Indonesia No. 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank
2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/23/DPD tertanggal 8 Juli 2005
Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge