Standing on the shoulders of giants

Apr 28, 2012

TUGAS BANK INDONESIA DALAM SISTEM PEMBAYARAN

TUGAS BANK INDONESIA DALAM SISTEM PEMBAYARAN

Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar dan hadal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat time critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar.
BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai otoritas moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara sistem (systemically important), bank sentral memandang perlu menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). 

Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang rupiah. BI juga berhak mencabut, menarik hingga memusnahkan uang rupiah yang sudah tak berlaku dari peredaran.
Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran. Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti menetapkan kebijakan terkait pengendalian resiko, efisiensi serta tata kelola (governance) SPN. 

Di sisi alat pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan peran BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar (clean money policy). Untuk mewujudkan clean money policy tersebut, pengelolaan pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan mulai dari pengeluaran uang, pengedaran uang, pencabutan dan penarikan uang sampai dengan pemusnahan uang. 

Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan agar uang yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang dilakukan Bank Indonesia meliputi perencanaan pengeluaran emisi baru dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai intrinsik serta masa edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah serta komposisi pecahan uang yang akan dicetak selama satu tahun kedepan. Berdasarkan perencanaan tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk pengeluaran uang emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang telah dikeluarkan.

Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau diedarkan di seluruh wilayah melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan uang Rupiah di setiap kantor Bank Indonesia didasarkan pada jumlah persediaan, keperluan pembayaran, penukaran dan penggantian uang selama jangka waktu tertentu. Kegitan distribusi dilakukan melalui sarana angkutan darat, laut dan udara. Untuk menjamin keamanan jalur distribusi senantiasa dilakukan baik melalui pengawalan yang memadai maupun dengan peningkatan sarana sistem monitoring.
Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat dilakukan melalui penukaran secara langsung melalui loket-loket penukaran di seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan perusahaan yang menyediakan jasa penukaran uang kecil.

Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia adalah pencabutan uang terhadap suatu pecahan dengan tahun emisi tertentu yang tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Pencabutan uang dari peredaran dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang dicabut tersebut dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank Indonesia atau pihak lain yang telah ditunjuk oleh Bank Indonesia. 

Sementara itu untuk menjaga menjaga kualitas uang Rupiah dalam kondisi yang layak edar di masyarakat, Bank Indonesia melakukan kegiatan pemusnahan uang. Uang yang dimusnahkan tersebut adalah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, uang hasil cetak kurang sempurna dan uang yang sudah tidak layak edar. Kegiatan pemusnahan uang diatur melalui prosedur dan dilaksanakan oleh jasa pihak ketiga yang dengan pengawasan oleh tim Bank Indonesia (BI).
Berbagai tugas Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran dilaksanakan dalam satu struktur organisasi sistem pembayaran yang menangani sistem pembayaran dan pengedaran uang sebagai berikut :


Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge

Share:

BANK INDONESIA ADALAH

Sejarah

Pada 1828 De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang.
Tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan tiga tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Di samping itu, Bank Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya.
Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang Bank Sentral yang mengatur kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia juga bertugas membantu Pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
Tahun 1999 merupakan Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia, sesuai dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Pada tahun 2004, Undang-Undang Bank Indonesia diamandemen dengan fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk penguatan governance. Pada tahun 2008, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Amandemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia.

Status dan Kedudukan Bank Indonesia

Sebagai Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara independen dan bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada diluar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

Tujuan dan Tugas Bank Indonesia

Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah:
  • Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
  • Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
  • Mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia.
Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Pengaturan dan Pengawasan Bank

Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.
Upaya Restrukturisasi Perbankan
Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh langkah restrukturisasi perbankan yang komprehensif. Langkah ini mutlak diperlukan guna memfungsikan kembali perbankan sebagai lembaga perantara yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter.
Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat, program rekapitalisasi, program restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, dan peningkatan fungsi pengawasan bank

Otoritas Moneter

Sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai wewenang untuk memutuskan dan melaksanakan kebijakan moneter yang tepat. Kebijakan itu bisa berupa Open Market Operation, Discount Policy, Sanering, dan Selective Credit.

Sistem Pembayaran

Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar dan hadal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat time critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar.
BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai otoritas moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara sistem (systemically important), bank sentral memandang perlu menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang rupiah. BI juga berhak mencabut, menarik hingga memusnahkan uang rupiah yang sudah tak berlaku dari peredaran.
Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran. Ambil contoh, sistem Kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti menetapkan kebijakan terkait pengendalian risiko, efisiensi serta tata kelola (governance) SPN.
Di sisi alat pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan peran BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar (clean money policy). Untuk mewujudkan clean money policy tersebut, pengelolaan pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan mulai dari pengeluaran uang, pengedaran uang, pencabutan dan penarikan uang sampai dengan pemusnahan uang.
Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan agar uang yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang dilakukan Bank Indonesia meliputi perencanaan pengeluaran emisi baru dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai intrinsik serta masa edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah serta komposisi pecahan uang yang akan dicetak selama satu tahun kedepan. Berdasarkan perencanaan tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk pengeluaran uang emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang telah dikeluarkan.
Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau diedarkan di seluruh wilayah melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan uang Rupiah di setiap kantor Bank Indonesia didasarkan pada jumlah persediaan, keperluan pembayaran, penukaran dan penggantian uang selama jangka waktu tertentu. Kegitan distribusi dilakukan melalui sarana angkutan darat, laut dan udara. Untuk menjamin keamanan jalur distribusi senantiasa dilakukan baik melalui pengawalan yang memadai maupun dengan peningkatan sarana sistem monitoring.
Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat dilakukan melalui penukaran secara langsung melalui loket-loket penukaran di seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan perusahaan yang menyediakan jasa penukaran uang kecil.
Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia adalah pencabutan uang terhadap suatu pecahan dengan tahun emisi tertentu yang tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Pencabutan uang dari peredaran dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang dicabut tersebut dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank Indonesia atau pihak lain yang telah ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Sementara itu untuk menjaga menjaga kualitas uang Rupiah dalam kondisi yang layak edar di masyarakat, Bank Indonesia melakukan kegiatan pemusnahan uang. Uang yang dimusnahkan tersebut adalah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, uang hasil cetak kurang sempurna dan uang yang sudah tidak layak edar. Kegiatan pemusnahan uang diatur melalui prosedur dan dilaksanakan oleh jasa pihak ketiga yang dengan pengawasan oleh tim Bank Indonesia (BI).

Dewan Gubernur BI

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama-lamanya lima tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk sebanyak-banyaknya dua kali masa tugas.

Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur

Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak pidana kejahatan.

Pengambilan Keputusan

Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter, serta sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip musyawarah demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir.





Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge

Share:

DEVINISI BANK SENTRAL


Bank sentral di suatu negara, pada umumnya adalah sebuah instansi yang bertanggung jawab atas kebijakan moneter di wilayah negara tersebut. Bank Sentral berusaha untuk menjaga stabilitas nilai mata uang, stabilitas sektor perbankan, dan sistem finansial secara keseluruhan.
Di Indonesia, fungsi bank sentral diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Bank sentral adalah suatu institusi yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas harga atau nilai suatu mata uang yang berlaku di negara tersebut, yang dalam hal ini dikenal dengan istilah inflasi atau naiknya harga-harga yang dalam arti lain turunnya suatu nilai uang. Bank Sentral menjaga agar tingkat inflasi terkendali dan selalu berada pada nilai yang serendah mungkin atau pada posisi yang optimal bagi perekonomian (low/zero inflation), dengan mengontrol keseimbangan jumlah uang dan barang. Apabila jumlah uang yang beredar terlalu banyak maka bank sentral dengan menggunakan instrumen dan otoritas yang dimilikinya.

Sejarah bank sentral


Kantor Javasche Bank di Batavia (tahun 1930-an). Javasche Bank kemudian menjadi bank sentral Indonesia dengan nama Bank Indonesia.

Sejarah bank sentral tidak terlepas dari sejarah dikenalnya sistem uang sebagai alat tukar dalam perdagangan dan perekonomian secara umum, dan mulai ditemukannya metode perbankan untuk pertama kalinya dalam perekonomian dan perdagangan suatu negara. Dimana pada zaman dahulu alat tukar yang digunakan adalah memang berupa uang yang memang memiliki nilai intrinsik yang sama terhadap material yang terbuat dari uang tersebut. Biasanya berupa uang logam (emas, perak, perunggu, dll) yang memiliki nilai intrinsik yang sama terhadap nilai dari uang logam tersebut. Artinya jika uang logam emas seberat 1 gram bernilai 1000 misalnya, pada saat itu memang karena emas dengan kondisi 1 gr tersebut ketika diperdagangkan/dipertukarkan dimana-mana nilainya adalah 1000. Alat tukar dengan uang logam seperti ini sudah lebih maju dibandingkan dengan kondisi sebelumnya dimana perdagangan dilakukan dengan alat tukar yang belum bisa diterima oleh banyak kalangan atau bahkan sistem barter langsung terhadap barang yang diperdagangkan dimana ini menjadi cikal-bakal dimulainya perdagangan dalam sejarah peradaban manusia.

Seiring dengan waktu dan terus berkembangnya perdagangan dan perekonomian, alat tukar berupa uang logam tersebut mulai menjadi keterbatasan karena memang ketersediaan sumber daya alam yang terbatas untuk mencetak jenis uang seperti itu, dan ini menghambat potensi untuk berkembang lebih besarnya lagi perekonomian suatu negara sementara jenis-jenis produk baru dan bentuk industri baru sangat potensial untuk muncul namun amat disayangkan jika aktivitas perdagangan dan perekonomian secara umum harus terhambat karena mengikuti kemampuan ketersediaan uang berupa logam yang sangat terbatas tersebut.

Untuk itulah kemudian dikenal sistem uang kertas yang pertama kali ditemukan melalui sistem penjaminan yang dalam hal ini dilakukan oleh suatu badan penjamin sekaligus penyimpan yang disebut bank, dimana uang kertas yang dikeluarkan oleh bank tersebut dijamin memiliki nilai yang sama atau dijanjikan akan memiliki nilai beberapa kali lebih besar terhadap emas atau uang logam yang di simpan oleh nasabah/masyarakat pada waktu mendatang atau pada masa yang ditentukan.

Pada praktik dan perkembangannya masing-masing, bank-bank yang pada saat itu membuat aturannya sendiri-sendiri dan jenis-jenis jaminan/uang kertasnya masing-masing yang sangat potensial merugikan masyarakat karena belum dikelola negara untuk memastikan tidak adanya penyimpangan atau aturan yang tidak adil. Dimana pada suatu ketika seorang nasabah berniat untuk mengambil kembali emas atau uang logam yang disimpan pada bank tersebut dengan cara menukar kembali uang kertas yang dia dapat dari bank tersebut ternyata harus kecewa karena uang logam yang dia terima lebih sedikit dari yang dijanjikan atau bahkan lebih kecil dari jumlah yang sama dari yang pernah ia simpan ke bank tersebut. Pada masa itulah mulai terjadi untuk pertama kalinya dalam sejarah model-model fraud dan rekayasa dalam sektor industri yang baru ini, yaitu sektor keuangan.

Sejak itulah negara menyadari perlunya suatu bank sentral yang selanjutnya didirikan dengan tujuan untuk memastikan adanya satu jenis mata uang kertas yang sama dan berlaku di suatu negara tersebut agar memiliki nilai yang stabil dan dapat dipercaya karena dijamin oleh negara (dengan cara awalnya negara menjamin uang kertas tersebut dengan sejumlah emas deposit atau logam berharga lainnya yang dicadangkan setiap mencetak nominal uang tersebut, namun belakangan tidak lagi dan jaminannya hanya atas nama negara saja atau sejumlah kecil emas) dan dapat dipergunakan terus menerus oleh masyarakat dalam menjalankan aktivitas perekenomiannya di negara tersebut. Dan dengan kewenangannya bank sentral mengatur jumlah uang yang beredar tersebut agar dapat menggerakkan roda perekonomian dengan keseimbangan yang tepat antara peredaran jumlah uang dan barang, dan dapat terus saling mengembangkan, dengan cara tidak sampai menyebabkan kelebihan jumlah likuiditas/uang yang beredar dalam perekonomian negara tersebut yang dapat menyebabkan inflasi (naiknya harga-harga atau turunnya nilai uang), dan juga sebaliknya jangan sampai terjadi kekurangan likuiditas yang dapat menyebabkan perekonomian sulit bergerak apalagi untuk berkembang.

Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge

Share:

PERLUKAH REGULASI PERBANKAN

Mengapa bank perlu diregulasi ?

Kebutuhan untuk meregulasi bank sebagai institusi bermula dari adanya risiko yang melekat (inherent) pada sistem perbankan. Tidak seperti industri mobil, bank menawarkan sebuah produk yang digunakan oleh setiap nasabah, baik komersial maupun perorangan, yaitu uang. Oleh karena itu kegagalan dari sebuah bank (baik kegagalan sebagian maupun keseluruhan), dapat menimbulkan dampak pada perekonomian secara menyeluruh dan disebut dengan ‘risiko sistemik’.
Risiko sistemik adalah risiko di mana kegagalan sebuah bank dapat menimbulkan dampak yang menghancurkan perekonomian secara besar-besaran dan bukan hanya dampak berupa kerugian yang secara langsung dihadapi oleh pegawai, nasabah dan pemegang saham.
Walaupun tidak setiap orang mengenal istilah risiko sistemik, banyak orang mengetahui apa yang dimaksud dengan ‘bank rush’ (penarikan dana besar-besaran dari bank). Hal ini dapat terjadi saat sebuah bank tidak dapat memenuhi kewajibannya, atau dengan kata lain bank tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar para deposan yang ingin menarik dana mereka. Perlu diperhatikan bahwa ketidakmampuan memenuhi kewajiban dan membayar kembali para deposan belum tentu menunjukkan kondisi yang sebenarnya; bisa jadi ketidakmampuan ini hanya sebatas persepsi nasabah.
Contoh
Penarikan dana besar-besaran
Bank A di-isu-kan telah memberikan kredit yang jumlahnya cukup besar dan macet sehingga mengakibatkan bank mengalami kerugian. Isu tersebut menyebabkan para deposan bank tersebut menarik simpanan mereka. Jika Bank A tidak memiliki kas yang cukup, para deposan tidak akan dapat menarik uang mereka, yang pada gilirannya akan semakin memperbesar kekhawatiran atas stabilitas bank itu. Apabila hal ini terjadi, maka akan menyebabkan lebih banyak deposan yang berusaha menarik simpanan mereka. Terlepas dari benar-tidaknya isu yang beredar mengenai bank tersebut, penarikan dalam jumlah besar tersebut dapat membuat Bank A tidak mampu melanjutkan bisnisnya.
Kegagalan Bank A menyebabkan dihentikannya pemberian kredit, karena bank tidak lagi memiliki simpanan untuk mendanai kredit tersebut. Jika Bank A cukup besar maka penghentian pemberian kredit (atau kegagalan bank) dapat menyebabkan dampak kepada perekonomian lokal. Jika bank tersebut memiliki operasional yang sifatnya global, maka dampak yang akan ditimbulkan jauh lebih besar lagi.
Solvabilitas sebuah bank bukan saja merupakan perhatian para pemegang saham, nasabah dan pegawainya, namun juga menjadi perhatian pengelola perekonomian secara keseluruhan.
Pembaca disarankan melihat kembali neraca yang diberikan pada contoh di Bagian 1.1.1. Bank dalam contoh tersebut memiliki simpanan sebesar USD 820 juta dari para nasabah tetapi hanya tersedua kas senilai USD 10 juta untuk membayar deposan secara langsung. Untuk mendapatkan lebih banyak uang tunai bank dapat menjual obligasi pemerintah yang dimiliki dan mendapatkan tambahan USD 100 juta. Jika bank masih berusaha mendapatkan lebih banyak dana dengan usaha-usaha lainnya, bisa jadi bank akhirnya terpaksa menjual ataupun menghentikan kredit.
Contoh
Krisis Continental Illinois Bank
Pada bulan Mei 1984 Continental Illinois Bank di AS mengalami bank rush atas simpanannya. Hal ini diakibatkan oleh risiko kredit yang buruk, khususnya kredit yang diambil alih dari Penn Square Bank yang ditutup pada tahun 1982 dan membuat Continental Illinois tidak pernah benar-benar pulih. Kredit macet milik Continental Illinois meningkat hingga USD 2,3 miliar pada bulan April 1984, yaitu sebesar 7,7% dari kredit yang diberikan. Bank dalam keadaan rentan (vulnerable) karena sangat tergantung kepada simpanan jangka pendek bernominal besar (whole-sale). Keadaan menjadi buruk ketika simpanan besar tersebut tidak lagi diperpanjang pada saat jatuh tempo.
Tahun 1984 Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) mengambil-alih utang Continental Illinois sebesar USD 3,5 miliar. Penghimpunan dana yang bersifat global dan berjumlah besar yang dilakukan Continental Illinois membuat Federal Reserve maupun FDIC harus campur tangan untuk menghindari risiko penarikan besar-besaran pada bank besar AS lainnya oleh para deposan asing.
Sebelum tahun 1930-an, permasalahan pada solvabilitas bank, bahkan bank rush, cukup sering terjadi (krisis keuangan seperti ini terjadi di AS terakhir kali terjadi pada tahun 1933 sedangkan di Inggris pada tahun 1957). Keadaan ini mendorong pemerintah untuk mengendalikan bank melalui regulasi, dengan memastikan bahwa bank memiliki modal dan likuiditas yang cukup. Otoritas pengawas perbankan (biasanya bank sentral) berupaya memastikan agar bank dapat:
memenuhi permintaan deposan (pada tingkat yang wajar) untuk mendapatkan uangnya kembali tanpa menarik kembali kredit yang telah diberikan bank
mempertahankan tingkat kerugian yang wajar akibat kredit macet atau siklus penurunan kegiatan ekonomi (bertahan pada saat terjadi resesi).
Tingkat kapitalisasi dan likuiditas pada awalnya tidak ditetapkan secara tegas. Modal-pun sering hanya dikaitkan dengan prosentase tertentu dari jumlah kredit. Dalam menetapkan jumlah modal sebagai prosentase suatu jenis kredit, jelas terlihat bahwa ada ‘mata rantai yang hilang’ dalam memperhitungkan tingkat modal yang tepat bagi bank. Mata rantai yang hilang ini dijelaskan dengan menggunakan contoh berikut.
Contoh
Bank A hanya memberikan kredit kepada pemerintah, dan selalu dapat mengasumsikan bahwa kredit itu akan dibayar kembali.
Bank B hanya memberikan kredit kepada perusahaan-perusahaan yang baru berdiri. Bank B tidak dapat membuat asumsi yang sama dengan Bank A karena terdapat kemungkinan beberapa atau bahkan sebagian besar perusahaan baru tersebut tidak dapat melanjutkan kegiatan usahanya.
Jelas bahwa pemberian kredit kepada kedua kelompok dalam contoh di atas akan menjadi suatu keseimbangan antara marjin yang dibebankan pada kredit tersebut dengan kerugian yang dapat terjadi. Investor potensial di Bank A atau Bank B harus membuat keputusan antara risk dan reward berdasarkan tingkat risiko yang bersedia diambil oleh bank dan seberapa besar reward yang ingin diperoleh. Dalam contoh di atas, Bank B akan berusaha mendapatkan marjin yang lebih tinggi daripada Bank A karena berpotensi mendapat kerugian yang lebih besar.
Dalam kasus Bank B, kredit macet tidak akan terjadi pada tingkat yang sama sepanjang waktu karena bisnis yang gagal akan semakin banyak pada saat resesi dibandingkan pada masa pertumbuhan ekonomi. Kredit macet terjadi pada saat sebuah bank tidak mampu mendapatkan kembali pokok kredit ataupun bunga dari kredit yang telah diberikan. Hal ini akan menyebabkan bank menderita kerugian yang besarnya dapat berubah-ubah (variable) dan modal bank akan terkikis karena bank harus menutup setiap kerugian yang terjadi.
Agar bank dapat tetap bertahan walaupun terjadi kredit macet, bank harus memiliki jumlah dana (modal) pada tingkat tertentu untuk menutupi kerugian yang terjadi. Pada contoh di atas, Bank B harus memiliki modal yang jauh lebih besar daripada Bank A. Hal ini karena Bank A memiliki kebijakan pemberian kredit yang lebih konservatif dan memiliki risiko yang tidak terlalu besar, walaupun marjinnya tidak terlalu menguntungkan.
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa ‘mata rantai yang hilang’ dalam memperhitungkan tingkat modal yang tepat bagi bank adalah jumlah risiko yang dihadapinya.
Gejolak ekonomi dan risiko sistemik
Walaupun sudah dilakukan upaya diversifikasi portofolio dalam pemberian kredit, bank tetap akan menghadapi risiko-risiko ekonomi dari pasar domestik. Dalam hal ini, perekonomian sebuah negara dapat dipengaruhi oleh:
gejolak eksternal, dapat berbentuk bencana alam atau peristiwa yang disebabkan oleh manusia, dan/atau
kesalahan manajemen perekonomian.
Jumlah debitur macet pada bank yang berada dalam sebuah perekonomian sebagaimana digambarkan dapat meningkat secara signifikan. Hal ini dapat terjadi karena:
kualitas kredit perusahaan yang terpengaruh oleh keadaan perekonomian yang memburuk
tingkat pengangguran yang meningkat pesat
naiknya tingkat suku bunga.
Pada prinsipnya bank akan sulit menghindari dampak dari gejolak ekonomi yang terjadi. Namun ada beberapa tindakan yang dapat diambil untuk me-mitigasi dampak negatif gejolak ekonomi tersebut, antara lain:
mematuhi regulasi (termasuk Basel II) yang semakin menuntut bank untuk menyusun berbagai skenario dalam menghadapi gejolak ekonomi dan memastikan bank memiliki modal yang cukup untuk melindungi stakeholder dari dampak gejolak ekonomi tersebut
melakukan estimasi tingkat kredit macet yang akan terjadi dan memastikan bank memiliki tingkat modal yang cukup
Risiko dan modal
Contoh-contoh di atas menunjukkan dengan jelas keterkaitan antara risiko dengan modal. Semakin besar risiko yang dihadapi, maka semakin besar pula modal yang dibutuhkan. Bank diwajibkan untuk memiliki modal yang cukup untuk menutupi risiko yang dihadapi. Hal tersebut dikenal sebagai kecukupan modal (capital adequacy).
Dengan contoh-contoh di atas, semakin jelas bagi otoritas pengawas perbankan bahwa tingkat modal sebuah bank dan kemampuannya untuk menyerap kerugian dari kegiatan pemberian kredit dan kegiatan lainnya harus dikaitkan dengan risiko kegiatan usaha yang dihadapi. Dalam hal ini tingkat modal harus didasarkan pada tingkat risiko (modal berbasis risiko / risk-based capital).
Perkembangan pasar perbankan internasional pada tahun 1970-an dan 1980-an cenderung memberikan perhatian yang lebih besar pada perhitungan modal berbasis risiko. Kenaikan harga minyak yang demikian tinggi pada waktu itu memaksa negara-negara yang memiliki surplus dolar AS yang besar menginvestasikan kembali dolar tersebut ke negara-negara yang mengalami defisit yang besar. Hal ini membawa konsekuensi pada pertumbuhan pesat dan meningkatnya kompetisi di bidang perbankan internasional. Kondisi ini turut dipertimbangkan oleh otoritas pengawas perbankan dan memberikan penekanan bahwa bank dengan cakupan kegiatan bisnis internasional harus memiliki modal yang sesuai dengan risiko yang dimilikinya.
Perkembangan lainnya di bidang perbankan pada saat yang sama adalah semakin banyaknya pemberian kredit dalam bentuk sindikasi kepada perusahaan multinasional, negara-negara berkembang dan proyek-proyek berskala besar. Kesemuanya merupakan area yang baru bagi perbankan saat itu.

Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

Apr 21, 2012

SYARAT SYARAT CEK



Syarat hukum dan penggunaan cek sebagai alat pembayaran giral (KUH Dagang pasal 178) :
  1.  pada surat cek tertulis perkataan “CEK/CHEQUE” dan nomor seri
  2.  surat harus berisi perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu
  3. nama bank yang harus membayar (tertarik)
  4. jumlah dana dalam angka dan huruf
  5. penyebutan tanggal dan tempat cek dikeluarkan
  6. tanda tangan dan atau cap perusahaan.

Syarat lainnya yang dapat ditetapkan oleh bank :
  1. tersedianya dana
  2. adanya materai yang cukup
  3. jika ada coretan atau perubahan harus ditandatangani oleh si pemberi cek
  4. jumlah uang yang terbilang dan tersebut harus sama
  5. memperlihatkan masa kadaluarsa cek yaitu 70 hari setelah dikeluarkannya cek tersebut
  6. tanda tangan atau cap perusahaan harus sama dengan speciment/contoh
  7. tidak diblokir pihak berwenang
  8. endorsment cek benar (jika ada)
  9. kondisi cek sempurna
  10. rekening belum ditutup
  11. dan syarat-syarat lainnya.

Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

JENIS JENIS CEK

Konsep Macam-macam Cek

1. Cek atas nama adalah cek yang nama pemiliknya dituliskan pada cek tersebut dan bank hanya akan membayar kepada orang atau badang tersebut.

2. Cek atas unjuk adalah cek yang tertera tulisan atas nama pembawa. Bank akan membayar kepada siapa saja yang membawa atau menunjukkan dan menguangkan cek kepada bank.

3. Cek tunai atau cash cheque adalah cek yang dapat dicairkan secara tunai kepada bank, baik cek atas nama maupun atas unjuk.

4. Cek silang atau cross cheque adalah cek yang disilang dengan dua garis pada pojok kiri atas penariknya )drawer) dengan tujuan cek tersebut hanya dapat dipindahbukukan.

5. Cek mundur atau postdated cheque adalah cek yang tanggal jatuh temponya mundur atau diberi tanggal kemudian.

6. Cek kosong adalah cek yang dananya kurang atau tidak ada dana yang tersedia pada saat dicairkan atau dipindahbukukan.

7. Cek kadaluwarsa adalah cek yang masa berlakunya telah habis (lewat 70 hari) dari tanggal jatuh temponya.

8. Cek bank atau wesel cek adalah cek yang diterbitkan oleh bank untuk nasabah, baik atas nama maupun atas unjuk dan di bank mana dicairkan. Bank penerbit dan bank pencairan harus merupakan bank yang sama antarkota.

9. Cek pos adalah cek yang diterbitkan oleh kantor pos dan pencairannya di kantor pos tujuan nasabah.

10. Cek perjalanan atau traveler cheque adalah cek khusus yang diterbitkan oleh suatu bank dalam bentuk yang tercetak (preprinted) dalam jenis mata uang dan denominasi tertentu untuk setiap lembarnya.

Mari Berteman ^^
Share:

Apr 18, 2012

PERBEDAAAN POKOK ANTARA REKENING GIRO, TABUNGAN DEPOSITO, SERTIFIKAT DEPOSITO



REKENING GIRO
Rekening Giro atau Current Account adalah salah satu produk perbankan berupa simpanan dari nasabah perseorangan maupun badan usaha dalam Rupiah maupun mata uang asing yang penarikannya dapat dilakukan kapan saja selama jam kerja dengan menggunakan warkat Cek dan Bilyet Giro.

Menurut UU Perbankan No. 10 Tahun 1998, Giro adalah :
simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, saran perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. Pengertian dapat ditarik setiap saat adalah bahwa uang yang sudah disimpan di rekening giro dapt ditarik berkali-kali dalam sehari selama dana masih tercukupi, selain harus memenuhi syarat dari bank yang bersangkutan. Penarikan dapat berupa penarikan tunai atau non tunai.

Untuk memperoleh penggunaan fasilitas giro perbankan, maka diperlukan pembukaan rekening giro oleh pihak nasabah. Dalam hal ini semua nasabah baik itu warga negara Indonesia dan warga
negara asing ataupun Badan usaha dan Institusi lain yang sah menurut hukum yang berlaku.

Dengan menjadi nasabah Giro, Anda memperoleh kemudahan dalam melakukan transaksi keuangan, seperti :
1. Melakukan pembayaran denganmenggunakan Cek (Cheque).
Cek adalah surat berharga atau alat transaksi pembayaran yang diterbitkan oleh bank sebagai
pengganti uang tunai. Cek dikeluarkan oleh bank apabila Anda mempunyai rekening Giro.

Cek merupakan surat perintah bayar tanpa syarat dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah tersebut, untuk membayar sejumlah uang kepada pihak ang disebutkan di dalamnya atau kepada pemegang cek tersebut.
Syarat hukum dan penggunaan cek sebagai alat pembayaran giral :
  • terdapat perkataan “CEK”
  • harus berisi perintah tak bersyarat unutk membayar sejumlah uang tertentu
  • nama bank yang harus membayar (tertarik)
  • penyambutan tanggal dan temapt cek dikeluarkan
  • tanda tangan penarik.
Syarat lainnya yang dapat ditetapkan oleh pihak bank, antara lain :
  • tersedianya dana
  • ada materai yang cukup
  • jika ada coretan harus di ttg oelh pemberi cek
  • jumlah uang tertulis di angka dan huruf harus sama
  • memperlihatkan masa kadaluarsa cek (70 hari)
  • ttg dan stempel perusahaan harus sama dengan contoh (specimen0
  • tidak diblokir pihak berwenang
  • resi cek sudah kembali
  • endorsment cek sempurna
  • rekening belum ditutup


Cek Atas Nama (Order Cheque)
Adalah Cek yang mencantumkan nama penerima dana dan bank akan melakukan pembayaran
kepada nama yang tertera pada Cek tersebut. Pembayaran dilakukan paling cepat sesuai tanggal yang tertera pada Cek tersebut.
Cek Atas Unjuk (Bearer Cheque)
Adalah Cek yang tidak mencantumkan nama penerima dana dan bank akan melakukan pembayaran kepada siapa saja yang membawa Cek tersebut. Pembayaran dilakukan paling cepat sesuai tanggal yang tertera pada Cek tersebut.
Cek Silang (Cross Cheque)
Adalah Cek Atas Nama dan/atau Cek Atas Unjuk yang diberi tanda garis menyilang pada ujung kiri atas warkat atau dapat juga diberi tanda garis menyilang sepanjang cek dari ujung kiri bawah ke ujung kanan atas. Cek silang tidak dapat diuangkan secara tunai, tetapi hanya dapat dimasukan ke dalam rekening penerima Cek.
Cek mundur
cek yang diberi tanggal mundur dari tanggal sekarang.
C/: tanggal hari ini 06 januari 2002 tapi tertulis tanggal 10 Januari 2002
Cek kosong
cek yang dananya tidak tersedia dan bank tidak memberikan fasilitas overdraft.


2. Melakukan pembayaran dengan menggunakan Bilyet Giro.
Bilyet Giro (BG) merupakan cara pembayaran yang berbeda dengan Cek, dimana penerima dana tidak dapat melakukan pencairan secara tunai, tetapi harus melalui pemindahbukuan ke rekening yang bersangkutan. Bilyet Giro akan berfungsi sama dengan Cek Silang.

BG merupakan surat perintah bayar dari nasabah kepad abank yang memelihara rekening giro nasabah untuk memindahkan sejumlah uang dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank sama atau lain.
Pada dasarnya syarat sahnya suatu BG sama dengan CEK. Dan biasanya BG berlaku 70 hari mulai tanggal penarikan.

3. Alat lainnya.
Surat perintah kepada bank yang dibuat secara tertulis pada kertas yang ditanda
tangani oleh pemegang rekening atau kuasanya. (kliring)


SIMPANAN TABUNGAN (SAVING DEPOSIT)
Menurut UU Perbankan No. 10 Tahun 1998, Tabungan adalah :
‘ simpanan yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau BG atau alat lainnya yang
dipersamakan.’
Tabungan adalah produk simpanan di bank yang penyetoran maupun penarikannya dapat dilakukan kapan saja. Hampir setiap orang merasa wajib memiliki tabungan di Bank. Tidak hanya di satu bank, tetapi juga di dua atau tiga bank sekaligus. Kenapa bisa begitu? Jawabannya adalah karena saat ini tabungan tidak saja digunakan sebagai sarana menyimpan uang saja, tetapi juga ditambah dengan fasilitas lain yang sebetulnya sudah agak diluar dari maksud menabung itu sendiri. Contohnya seperti fasilitas debet, fasilitas ATM, transfer, dan lain sebagainya.
Jadi kalau dilihat, tujuan seseorang dalam menabung di bank bisa dibagi menjadi dua. Pertama, karena ingin benar-benar menabung untuk bisa mengumpulkan sejumlah dana tertentu pada masa yang akan datang. Contohnya seperti menabung untuk bisa membeli kebutuhan tertentu. Kedua, hanya ingin menjadikan tabungan sebagai rekening penampungan, dan bukan untuk benar-benar menabung. Contohnya seperti rekening yang uangnya digunakan untuk membayar belanja bulanan. Nah, di sini fasilitas berupa Kartu ATM dan Kartu Debet baru benar-benar dipakai.
Setoran awal adalah jumlah minimal yang harus disetorkan sebagai syarat pembukaan tabungan. Saldo minimal adalah jumlah minimal yang harus disisakan pada tabungan Anda. Setoran awal dan saldo minimal pada tabungan biasanya sama, misalnya jika setoran awal adalah Rp 25.000 maka saldo minimal juga Rp 25.000. Tapi komposisi antara keduanya bisa saja tidak sama tergantung peraturan di banknya. Begitu juga dengan jumlah setoran awal dan saldo minimal yang diminta.
Periksalah kembali berapakah ketentuan saldo minimal di tabungan Anda, apakah bank Anda membolehkan nasabah tabungan melakukan penarikan sampai jumlah saldo di bawah minimum dan berapa denda yang dikenakan jika saldo sampai mencapai di bawah minimum? Sebaiknya pilihlah tabungan yang mensyaratkan saldo minimal paling kecil sehingga Anda bisa lebih leluasa melakukan penarikan dari tabungan Anda
Bunga tabungan diberikan bank agar dana yang tersimpan di tabungan dapat berkembang, sehingga nasabah semakin rajin menabung. Bunga tabungan biasanya dihitung tiap akhir bulan dari saldo rataÂrata harian pada bulan tersebut. Bunga tabungan bisa diberikan secara single rate. Artinya, berapa pun jumlah uang Anda di tabungan bunganya tetap sama. Bisa juga diberikan secara bertingkat. Artinya pada jumlah saldo yang berbeda, bunga yang diberikan tidak sama. Biasanya, semakin banyak saldo yang mengendap bunga yang diberikan semakin tinggi.
Sebagai timbal balik atas pelayanan dan fasilitas yang diberikan, maka hampir semua Bank mengenakan biaya administrasi kepada nasabahnya yang langsung dipotong dari tabungannya tiap bulan. Tapi saat ini ada juga Bank yang tidak membebankan biaya administrasi pada tabungan.
Buku tabungan digunakan sebagai media pencatatan transaksi Anda. Buku tabungan biasanya juga harus dibawa saat akan melakukan penarikan tunai di kasir. Ada juga bank yang mengganti buku tabungan dengan rekening koran yang dikirimkan ke alamat Anda setiap bulan. Dalam laporan tersebut tertulis kapan dan untuk apa saja serta berapa jumlah uang yang keluar masuk dalam rekening Anda.


SIMPANAN DEPOSITO (TIME DEPOSIT)
Menurut UU Perbankan No. 10 Tahun 1998, Deposito adalah :
‘ simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakuakn pada waktu tertentu berdasarkan
perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.’
Jenis-jenis Deposito
1. Deposito berjangka 􀃆 deposito yang diterbitkan menurut jangka waktu tertentu,
biasanya 1, 3, 6, 12 s/d 24 bulan. Deposito ini atas nama dan tidak dapat dipindah
tangankan.
2. Sertifikat Deposito 􀃆 deposito yang diterbitkan menurut jangka waktu tertentu,
biasanya 2, 3, 6, 12, dan 24 bulan. Deposito ini atas unjuk dalam bentuk sertifikat
dan adapat diperjual belikan atau dipindah tangankan kepada pihak lain.
3. Deposito on call 􀃆 deposito berjangka dengan waktu minimal 7 hari dan paling lama
30 hari. Diterbitkan atas nama dan biasanya jumlahnya besar, dengan demikian
bunya yang diberikan juga sesuai dengan perjanjian pihak nasabah dan pihak bank.

Deposito adalah produk simpanan di bank yang penyetoran maupun penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu saja. Sebagai contoh, kalau Anda menaruh uang Rp 1 juta pada deposito yang berjangka waktu 3 bulan, maka uang Rp 1 juta tersebut baru bisa Anda ambil setelah 3 bulan berlalu. Tentunya, Anda juga dijanjikan pemberian bunga tertentu yang bisa Anda nikmati pada saat deposito itu jatuh tempo.
Bunga deposito biasanya lebih tinggi dibanding bunga tabungan. Ini karena uang Anda akan “dikunci” selama jangka waktu tertentu sehingga bank merasa perlu untuk menjanjikan suku bunga yang lebih tinggi dibanding suku bunga pada rekening tabungan yang uangnya bisa Anda tarik kapan saja. Inilah biasanya yang menjadi daya tarik utama deposito.
Tidak seperti tabungan yang dapat dibuka dengan setoran awal yang kecil. Minimal setoran untuk penempatan deposito lebih besar, besarnya pada tiap bank bervariasi, tapi saat ini yang paling minimal adalah sebesar Rp 500.000.
Keuntungan lainnya dari deposito adalah tidak dikenakannya biaya administrasi bulanan, karena jarangnya transaksi melalui rekening deposito. Walupun demikian pemotongan tetap ada yaitu sebesar pajak deposito yang diperhitungkan dari bunga deposito yang Anda dapatkan.


Perbedaan Deposito berjangka VS Sertifikat Deposito
  1. Bunga pada sertifikat deposito diperhitungkan dan dibayar di muka, sedangkan deposito dibayar saat jatuh tempo
  2. Sertifikat deposito bisa dipindahtangankan karena diterbitkan atas unjuk (penerbit) bukan atas nama seseorang. Jadi sertifikat deposito ini bisa diperjualbelikan kepada pihak lain. Dan siapa saja yang memegang sertifikat deposito tersebut berhak untuk mencairkannya saat jatuh tempo.
  3. Sertifikat deposito tidak bisa diperpanjang secara otomatis (auto rollover) seperti deposito berjangka. Jadi ketika sertifikat deposito jatuh tempo Anda harus segera mencairkannya atau mengkonfirmasikan kepada bank untuk memperpanjang jangka waktunya.
  4. Karena diterbitkan atas unjuk dan bukan atas nama, bank tidak menerima klaim jika Anda kehilangan sertifikat deposito tersebut.
Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

Apr 15, 2012

KLIRING




Salah satu fungsi bank yang sangat vital terutama dalam membantu transaksi bisnis adalah penyediaan jasa – jasa yang disediakan bank umum antara lain:

KLIRING

Kliring adalah suatu cara penyelasaian utang – piutang antara bank – bank
peserta kliring dalam bentuk warkat atau surat – surat berharga disuatu tempat
tertentu.
Warkat kliring antara lain: cek, bilyet, CD, Nota Debet dan Nota Kredit.
Warkat harus dinyatakan dalam mata uang rupiah, bernilai nominal penuh, dan
telah jatuh tempo.

Kliring dibagi 2, yaitu:

1. Kliring Manual
2. Kliring Elektronik

Bank Peserta Kliring


Bank yang termasuk sebagai peserta kliring adalah bank umum yang berada dalam wilayah tertentu dan tidak dihentikan kepesertaannya dalam kliring oleh Bank Indonesia. Sebuah bank dapat dilarang untuk mengikuti kliring karena berbagai alasan. Jika salah satu peserta kliring karena suatu hal tidak dapat turut serta dalam kliring, peserta tersebut wajib mengajukan permohonan pada penyelenggara kliring sepuluh hari
sebelumnya. 

Alasan pengunduran diri:

- Kesulitan keuangan sehingga tidak dapat memenuhi syarat – syarat ikut kliring
- Masalah dalam kepenggurusan

Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu kantor bank umum agar dapat menjadi peserta kliring yaitu:

1. suatu kantor bank umum diwajibkan ikut serta dalam kliring, setelah mendapat persetujuan Bank Indonesia.
2. mempunyai izin usaha yang sah
3. keadaan administrasi dan keuangan memungkinkan.
4. simpanan masyarakat dalam bentuk giro dan kelonggaran tarik kredit yang diberikan oleh kantor tersebut telah mencapai sekurang – kurangnya 20% dari syarat modal disetor minimum bagi pendirian bank baru di wilayahnya.
5. menyetor jaminan kliring sebesar 50% rata – rata kewajiban 20 hari terakhir dikurangi 40% rata – rata tagihan 20 hari terakhir.
6. bank peserta menunjuk minimal orang wakil tetap pada lembaga kliring. 

Mekanisme Kliring

Pertemuan kliring dilakukan dalam dua tahap yaitu:

a. Kliring Penyerahan

Kegiatan yang harus dilakukan:

1. Warkat dicap yang memuat sebutan “kliring” dan dicantumkan nomor kode kelompok peserta.
2. Persetujuan penyelenggara dan peserta lain.

b. Kliring Retur

1. Setelah warkat dikembalikan kemudian dikelompokkan menurut peserta dan dicatat dalam daftar kliring retur lengkap dengan nilai nominalnya.
2. Penyelenggara selanjutnya menyusun neraca gabungan peserta.
3. Mencari pinjaman dari bank lain atau call money.

Kliring Elektronik
adalah kliring lokal dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring yang didasarkan pada data keuangan elektronik disertai penyampaian warkat.

Tujuan diselenggarakannya elektronik ini adalah:
1. meningkatkan kualitas dan kapasitas layanan sistem pembayaran cepat, akurat,
andal, aman, dan lancar.
2. meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keamanan pelaksanaan dan pengawasan
proses.

Mekanisme Kliring
a. Peserta, terdiri dari:
1. Peserta Langsung Aktif (PLA)
2. Peserta Langsung Pasif (PLP)
3. Peserta Tidak Langsung (PTL)
b. Fasilitas bagi Peserta, meliputi:
1. Informasi hasil kliring
2. Laporan hasil proses kliring
3. Rekaman data warkat yang diterima
4. Salinan warkat dan permintaan ulang atas laporan hasil proses kliring
5. Investigasi selisih
6. Pengujian kualitas MICR code line
c. Proses
1. Siklus kliring nominal besar
2. Siklus kliring ritel
d. Settlement

Dasar perhitungan dalam kliring elektronik di bawah Rp 100 juta adalah Data Keuangan Elektronik (DKE). Perhitungan hasil kliring akan tercemin dalam Bilyet saldo Kliring yang dapat bersaldo kredit (menang) atau debet (kalah). Hasil ini dibukukan langsung ke rekening giro tiap bank di Bank Indonesia tanpa melihat kecukupan dana (net settlement).

e. Biaya
Bank Indonesia mengenakan biaya kepada para peserta kliring.

Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

WALI AMANAT


WALI AMANAT

Waliamanat adalah pihak yang mewakili kepentingan Pemegang Efek bersifat uang. Bank Umum yang akan bertindak sebagai Wali Amanat wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam untuk mendapatkan Surat Tanda Terdaftar sebagai Wali Amanat.

Manfaat dari Wali Amanat adalah:

1. Memenuhi salah satu persyaratan atas penerbitan obligasi.
2. Meningkatkan kepercayaan investor untuk membeli obligasi yang diterbitkan.
3. Menambah kepercayaan investor atas bonafiditas emiten.

Persyaratan untuk menjadi Wali Amanat adalah:

1. Bertempat kedudukan di Indonesia.
2. Dalam dua tahun terakhir secara berturut – turut memperoleh laba/keuntungan.
3. Laporan keuangan telah diperiksa akuntan publik/akuntan Negara untuk dua

tahun berturut – turut dengan pernyataan pendapat wajar tanpa syarat untuk tahun
terakhir.

Berikut adalah beberapa tugas dari Wali Amanat:

1. Menganalisi kemampuan dan kredibilitas emiten apakah secara operasional perusahaan (emiten) mempunyai kesanggupan menghasilkan dan membayar
obligasi beserta bunganya.

2. Menilai kekayaan emiten yang akan dijadikan jaminan Wali Amanat harus
mengetahui dengan pasti apakah nilai kekayaan emiten yang menjadi jaminan
setara atau memadai dibanding nilai obligasi yang diterbitkan.

3. Melakukan pengawasan terhadap kekayaan emiten. Apabila harta yang menjadi
jaminan tadi dialihkan pemanfaatan atau pemilikannya haruslah sepengetahuan
Wali Amanat.

Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

LETTER OF CREDIT



Letter of Credit atau dalam bahasa Indonesia disebut Surat Kredit Berdokumen merupakan salah satu jasa yang ditawarkan bank dalam rangka pembelian barang, berupa penangguhan pembayaran pembelian oleh pembeli sejak LC dibuka sampai dengan jangka waktu tertentu sesuai perjanjian. Berdasarkan pengertian tersebut, tipe perjanjian yang dapat difasilitasi LC terbatas hanya pada perjanjian jual – beli, sedangkan fasilitas yang diberikan adalah berupa penangguhan pembayaran.

Jenis dan Manfaat Letter of Credit 

Isi dari perjanjian LC mencakup banyak hal seperti jangka waktu, pembatalan, cara pembayaran dan lain – lain. Berdasarkan isi perjanjian tersebut, LC dapat dibedakan menjadi beberapa jenis:

1. Ruang Lingkup Transaksi
Letter of Credit  Impor:adalah Letter of Credit  ang digunakan untuk mengadakan transaksi jual beli barang/jasa melewati batas – batas Negara.

Letter of Credit  Dalam Negeri atau Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN): adalahLetter of Credit  yang digunakan untuk mengadakan transaksi di dalam wilayah suatu Negara.

2. Saat Penyelesaian
- SightLetter of Credit  :adalah Letter of Credit  yang penangguhan pembayarannya sampai dengan dokumen tiba.

- Usance Letter of Credit  adalah Letter of Credit  yang penangguhan pembayarannya sampai wesel yang diterbitkan jatuh tempo (tidak lebih lama dari 180 hari).

3. Pembatalan
- Revocable Letter of Credit  adalah Letter of Credit  yang dapat dibatalkan atau diubah secara sepihak oleh issuing bank setiap saat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak yang berhak menerima pembayaran (beneficiary).Letter of Credit  jenis ini biasanya digunakan sebagai bekal awal sebelum negosiasi antara importir dan eksportir mencapai kesepakatan final.

- Irrevocable Letter of Credit  dalah Letter of Credit  yand tidak dapat dibatalkan atau diubah secara sepihak oleh issuing bank setiap saat tanpa persetujuan beneficiary. 

Apabila suatu Letter of Credit  tidak secara eksplisit menyatakan ‘revocable’ atau ‘irrevocable’, maka Letter of Credit  tersebut dianggap sebagai irrevocable LC.

4. Pengalihan Hak
- Transferable Letter of Credit  adalah Letter of Credit  yang diberikan hak kepada beneficiary untuk mengalihkan sebagian atau seluruh hak penerimaan pembayaran kepada pihak lain. Pengalihan hak ini hanya dapat dilakukan satu kali.

- UntransferableLetter of Credit :adalah Letter of Credit  yang tidak memberikan hak kepada beneficiary untuk mengalihkan sebagian atau seluruh hak penerimaan pembayaran kepada pihak lain. 

5. Pihak advising bank
- General/Negotiating/Non-Restricted Letter of Credit  adalah Letter of Credit  yang tidak menyebutkan dengan bank yang akan menjadi advising bank. 

- Restricted/Straight Letter of Credit  :adalah Letter of Credit  yang menyebutkan dengan tegas bank yang menjadi advising bank.

6. Cara Pembayaran kepada Beneficiary
- Standby LC:adalah surat pernyataan dari pihak bank yang menyatakan bahwa apabila pihak yang dijamin (nasabah bank tersebut) cidera janji maka pihak bank akan menerbitkan Sight LC untuk kepentingan yang
menerima jaminan yaitu beneficiary.

- Red-Clause Letter of Credit   adalah Letter of Credit  yang memperkenankan penarikan sejumlah tertentu uang muka oleh beneficiary. Letter of Credit  ini diterbitkan biasanya hanya apabila issuing bank benar – benar percaya pada reputasi beneficiary.

- Clean Letter of Credit   adalah Letter of Credit  yang pembayarannya kepada beneficiary dapat dilakukan hanya atas dasar kwitansi/wesel/cek tanpa harus menyerahkan dokumen pengiriman barang.

Manfaat yang dapat diharapkan oleh bank dengan memberikan fasilitas Letter of Credit  kepada nasabahnya antara lain adalah: 

- Penerimaan biaya administrasi berupa provisi/komisi yang merupakan fee based income bagi bank.
- Pengendapan dana setoran yang merupakan dana murah bagi bank.
- Pemberian pelayanan kepada nasabahnya sehingga nasabah menjadi lebih
loyal kepada bank.


Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

My Linkedin

Anda Pengunjung Ke

Popular Posts

Search This Blog