Standing on the shoulders of giants

Jul 11, 2012

3 PILAR BASSEL II


Tiga Pilar Basel II

Cakupan Basel II jauh lebih kompleks dibandingkan dengan Basel I. Basel II membahas area risiko yang lebih luas dan juga memiliki tiga tingkatan dalam pendekatan serta menggunakan metodologi yang lebih canggih untuk menghitung risiko.  


Basel I hanya mencakup risiko kredit dan risiko pasar. Basel II memperluas kategori dengan menambahkan risiko operasional dan risiko-risiko lain dalam perhitungan modal bank berbasis risiko. Basel II juga menghubungkan secara langsung modal bank dengan risiko yang dimiliki.Kerangka kerja Basel II dibangun pada tiga konsep regulasi yang lebih dikenal dengan tiga pilar, sebagaimana diagram berikut ini :


Pilar 1 – Minimum capital requirements. 

Dalam Pilar I bank diminta untuk menghitung kebutuhan modal risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional. Ketentuan mengenai ‘traded market risk’ tidak mengalami perubahan seperti yang tercantum pada Basel Committee’s 1996 Market Risk Amandment to the Basel I Capital Accord. Risiko bunga pada ‘banking book’ belum tercakup pada Pilar I.

Pilar 2 – Supervisory Review

Proses supervisory review dalam pilar 2 dimaksudkan untuk mengoptimalkan praktek yang telah ada. Konsep ini secara implisit sudah ada pada Basel I dimaksudkan untuk menetapkan standar minimum yang dapat disesuaikan sesuai dengan kondisi bank. Pilar 2 merupakan pendekatan supervisory review yang menyerupai pendekatan pengawasan bank berbasis risiko yang digunakan oleh Federal Reserve Board di AS dan Financial Autority Services Authority di Inggris. Fokus dari supervisory review adalah:
  • Menjamin tersedianya modal diatas yang ditetapkan dalam Pliar I.
  • Melakukan intervensi secara dini jika diperlukan untuk mengantisipasi terhadap risiko yang akan muncul, sehingga modal tidak turun dibawah yang disyaratkan.
Pilar 2 juga meliputi evaluasi risiko suku bunga jenis tertentu dalam banking book sebagaimana dokumen Basel Committee “Principles for the management and supervision of interest rate risk” yang menjelaskan cara mengelola tingkat suku bunga di dalam banking book.

Pilar 3 – Disclosure

Pilar 3 adalah pilar disiplin pasar. Basel mendefinisikan disiplin pasar sebagai mekanisme governance internal dan eksternal dalam perekonomian pasar uang tanpa adanya intervensi pemerintah secara langsung. Pilar 3 mencakup hal-hal yang akan dibutuhkan dalam hal pengungkapan publik oleh bank. Pilar 3 dirancang untuk membantu pemegang saham bank dan analis pasar dan selanjutnya akan meningkatkan transaparansi atas permasalahan seperti portofolio aktiva bank dan profil risikonya.
Basel I hanya mencakup Pilar I, namun dalam praktek, Pilar 2 dan Pilar 3 akan tetap ada pada semua negara, meskipun pendekatan yang digunakan untuk kedua Pilar tersebut dan aplikasinya mungkin sangat beragam.

Cakupan Risiko Basel II

Dalam pendekatan tiga pilar, Komite Basel mengusulkan untuk memperluas cakupan risiko di luar risiko kredit dan traded market risk sehingga mencakup lebih banyak jenis risiko yangdihadapi oleh bank.  Komite Basel memfokuskan Pilar I pada risiko kredit dan risiko operasional, sementara risiko pasar tidak mengalami perubahan seperti dalam 1996 Market Risk Amendment. Dalam Pendekatan Pilar I juga menandai untuk pertama kalinya penggunaan pendekatan kuantitatif untuk risiko operasional. Selain hal tersebut, terdapat berbagai risiko lain yang ingin dicakup dalam Pilar 2 dan Pilar 3, yang dikenal dengan ‘other risks’.

Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

Jul 9, 2012

BMPK ADALAH



Untuk mengurangi potensi kegagalan usaha sebagai akibat dari konsentrasi penyediaan dana, bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, al dengan melakukan penyebaran dan diversifikasi portofolio penyediaan dana terutama kepada pihak terkait maupun kepada pihak bukan terkait sebesar persentase tertentu dari modal bank yang dikenal dengan BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit).

Mengingat terdapat hubungan yang signifikan antara kegagalan usaha bank dengan konsentrasi penyediaan dana, maka bank dilarang untuk memberikan penyediaan dana yang mengakibatkan PELANGGARAN BMPK. Disamping larangan dan pembatasan persentase tertentu dari permodalan, bank diwajibkan pula menerapkan manajemen risiko kredit yang lebih prudent kepada pihak terkait maupun peminjam atau kelompok peminjam yang memiliki eksposur besar (large exposure).

Hal utama dalam pengaturan BMPK  adalah :

1. Penyediaan Dana kepada PIHAK TERKAIT ditetapkan maksimum 10% dari modal bank
2. Penyediaan dana kepada satu peminjam yang BUKAN PIHAK TERKAIT maksimum 20% dari modal bank.
3. Penyediaan dana kepada satu kelompok pemimjam yang BUKAN PIHAK TERKAIT maksimum 25% dari modal bank.

Secara operasional, mengingat bank dipengaruhi pula faktor eksternal, maka penyediaan dana dapat dikatakan tidak melanggar namun MELAMPAUI batas maksimumnya apabila disebabkan adanya penurunan modal bank, perubahan nilai tukar dan perubahan nilai wajar.

Mengingat peranan dalam perekonomian nasional khususnya sebagai lembaga intermediasi, maka meski terdapat pembatasan dalam penyediaan dananya, bank tetap perlu didorong untuk mendukung pertumbuhan ekonomi melalui langkah2 penyaluran dana kepada sektor riil dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Untuk itu, penyediaan dana tertentu diberikan kelonggaran atau pengecualian dalam penerapan BMPK, antara lain : penyediaan dana kepada BUMN yang bidang usahanya mempengaruhi hajat hidup orang banyak termasuk pembangunan infrastruktur, penyediaan dana yang dijamin oleh prime bank dan lembaga pembangunan multilateral, serta penyediaan dana kepada nasabah dengan pola kemitraan inti-plasma. Disamping itu, sejalan dengan upaya konsolidasi perbankan, penyertaan modal kepada bank lain dapat tidak diperhitungkan dalam BMPK.

Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

TRANSPARASI SUKU BUNGA BANK



Perbankan wajib terapkan transparansi suku bunga kredit, demikian kebijakan Bank Indonesia yang  mulai diberlakukan sejak akhir Maret 2011.

Pemilihan produk Bank oleh nasabah pada umumnya didasarkan pada pertimbangan mengenai manfaat, biaya, dan risiko dari produk yang ditawarkan oleh Bank tersebut. Hal ini menjadi sangat relevan khususnya untuk produk Bank berupa kredit mengingat kredit merupakan salah satu produk utama perbankan yang dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, transparansi informasi mengenai Suku Bunga Dasar Kredit / SBDK (prime lending rate), sangat diperlukan untuk memberikan kejelasan kepada nasabah.

Tujuan dari dikeluarkannya kebijakan ini adalah untuk meningkatkan transparansi mengenai karakteristik produk perbankan termasuk manfaat, biaya dan risikonya untuk memberikan kejelasan kepada nasabah, dan meningkatkan good governance dan mendorong persaingan yang sehat dalam industri perbankan melalui terciptanya disiplin pasar (market discipline) yang lebih baik.

Pada dasarnya SBDK adalah suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi Bank dalam penentuan suku bunga kredit yang dikenakan kepada nasabah Bank. SBDK merupakan hasil perhitungan dari 3 (tiga) komponen yaitu Harga Pokok Dana untuk Kredit atau HPDK, biaya overhead yang dikeluarkan Bank dalam proses pemberian kredit, dan marjin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan.

Perhitungan SBDK tersebut belum memperhitungkan komponen premi risiko individual nasabah Bank yang besarnya tergantung dari penilaian bank terhadap risiko masing-masing debitur. Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK. Perhitungan SBDK dalam rupiah yang wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia dan dipublikasikan, dihitung secara per tahun dalam bentuk persentase (%).

Suku bunga kredit (lending rate) adalah hasil penjumlahan SBDK dengan premi risiko yang merepresentasikan penilaian bank terhadap prospek pelunasan kredit oleh calon debitur yang antara lain mempertimbangkan kondisi keuangan debitur, jangka waktu kredit, dan prospek usaha yang dibiayai.

Coba perhatikan, saat anda memasuki sebuah bank apa anda bisa menemukan informasi tingkat suku bunga pinjaman di bank tersebut ? :)

Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

Jul 8, 2012

ANALISA KREDIT 5C, 5P DAN 3R


Analisis permohonan kredit terkait dengan calon debitur, langkah yang dilakukan bank sampai dengan menganalisis permohonan kredit.

1. Permohonan Kredit
Tahap pertama dalam pemberian kredit adalah pengajuan permohonan kredit oleh calon debitur. Permohonan ini bisa diajukan secara tertulis tetapi dalam prakteknya lebih banyak dilakukan secara lisan.

2. Pengumpulan data dan pengamatan jaminan.
Apabila permohonan kredit dinilai layak, maka pihak bank akan melakukan pengumpulan data lapangan baik menyangkut data pribadi maupun reputasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan bisnis calon debitur.

3. Analisa kredit
Tahap yang paling menentukan dalam analisis dan pengambilan keputusan pemberian kredit adalah. penentuan layak atau tidak permohonan kredit calon debitur. Disini pihak bank dituntut obyektif dan konsisten atas hasil analisis dengan berpegang pada prinsip-prinsip kelayakan kredit.

TEKNIK ANALISA KREDIT 5C

1. Character (Watak)
Karakter pemohon kredit dapat diperoleh dengan cara mengumpulkan informasi dari referensi nasabah dan bank-bank lain tentang perilaku, kejujuran, pergaulan, dan ketaatannya memenuhi pembayaran transaksi. Karakter yang baik jika ada keinginan untuk membayar kewajibannya.

2. Capacity (Kemampuan)
Kemampuan calon debitur perlu dianalisis apakah ia mampu memimpin perusahaan dengan baik dan benar. Kalau ia mampu meminpin perusahaan, ia akan dapat membayar pinjaman sesuai
dengan perjanjian dan perusahaannya tetap berdiri. Sedangkan untuk calon debitur perorangan, bank harus menganalisa apkah pemohon memiliki sumber-sumber penghasilan yang memadai untuk membayar kewajibannya sesuai jangka waktu yang telah disepakati.

3. Capital (Modal)
Modal dari calon debitur harus dianalisis mengenai besar dan struktur modalnya yang terlihat dari neraca lajur perusahaan calon debitur. dan pada umumnya bank tidak akan memberikan kredit 100% atau dengan kata lain bank tidak akan memberikan kredit jjika calon debitur tidak memiliki modal sendiri.

4. Condition (Kondisi)
Analisis terhadap aspek ini meliputi analisis terhadap variabel makro yang melingkupi perusahaan baik variabel regiona1, nasional maupun internasional. Variabel yang diperhatikan terutama adalah variabel ekonomi.

5. Collateral (Jaminan)
Penilaian ini meliputi penilaian terhadap jaminan yang diberikan sebagai pengaman kredit yang diberikan bank. Penilaian tersebut meliputi kecenderungan nilai jaminan dimasa depan dan tingkat kemudahan mengkonversikannya menjadi uang tunai (Marketability). Selain konsep atau prinsip 5C tersebut diatas,

6. Cash Flow
    C lainnya yang terpeting adalah cash flow, karena debitur hanya membayar angsuran kredit dengan menggunakan uang cash.


TEKNIK ANALISA KREDIT 5P

1. Personality
Bank mencari data tentang kepribadian calon debitur seperti riwayat hidupnya, hobi, keadaan keluarga, sosial standing, serta hal-hal lain yang erat hubungannya dengan kepribadian sipeminjam.

2. Purpose
Bank mencari data tentang tujuan atau keperluan penggunaan kredit.


3. Prospect
Bank mencari data tentang harapan masa depan dari bidang usaha atau kegiatan usaha si peminjam.

4. Payment
Bank mencari data tentang bagaimana perkiraan pembayaran kembali pinjaman yang akan diberikan.

5. Party
Party (golongan) dari calon-calon peminjam bank perlu menggolongkan calon debiturnya menjadi beberapa golongan menurut caracter, capacity dan capital. Penggolongan ini akan memberi arah analisis bank bagaimana ia harus bersikap.

TEKNIK ANALISA KREDIT 3R

1. Return
Yaitu penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh perusahaan calon peminjam setelah mendapatkan kredit, apakah hasil tersebut cukup untuk menutup hasil pinjaman serta sekaligus
memungkinkan pula usahanya untuk berkembang terus.

2. Repayment
Sebagai kelanjutan dari return diatas, yang kemudian diperhitungkan kemampuan, jadwal serta jangka waktu pengembalian kembali kredit.

3. Risk Bearing Activity
Yaitu sejauh mana ketahanan suatu perusahaan calon peminjam untuk menanggung resiko kegagalan andaikata terjadi suatu hal dikemudian hari yang tidak diinginkan.

Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

KONTROL INTERN KREDIT


Pengertian pengendalian intern kredit

Pengendalian intern kredit adalah usaha-usaha untuk menjaga
kredit yang diberikan tetap lancar, produktif dan tidak macet. Lancar dan produktif artinya kredit itu dapat ditarik kembali bersama bunganya sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui kedua belah pihak. Pengendalian intern kredit penting, karena jika kredit macet berarti kerugian bagi bank bersangkutan. Oleh karena itu, penyaluran kredit harus didasarkan pada prisip kehati-hatian dan dengan system pengendalian intern kredit yang baik dan benar.


Pentingnya pengendalian intern kredit

Kredit memberikan dampak adanya penangguhan penerimaan uang, baru pada saat jatuh temponya terjadi aliran kas masuk. Penangguhan penerimaan uang tersebut akan memberikan pengaruh yang kurang baik, apabila pemberian kredit yang dilakukan terlalu besar akan terjadi penimbunan modal kerja dalam aktiva lancar kredit yang diberikan. Pengendalian intern kredit mutlak harus dilaksanakan untuk menghindari terjadinya kredit macet dan penyelesaian kredit macet. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan piutang (kredit) yang baik yaitu dalam bentuk kebijaksanaan kredit yang mengandung unsur pengendalian intern piutang, agar dana yang terdapat dari para debitur dapat tertagih tepat pada waktunya sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

Tujuan pengendalian intern kredit

Tujuan pengendalian intern kredit bagi bank, dalam hal ini adalah untuk:
1. Menjaga agar kredit yang disalurkan tetap aman.
2. Mengetahui apakah kredit yang disalurkan itu lancer atau tidak.
3. Melakukan tindakan pencegahan dan penyelesaian kredit macet atau kredit bermasalah.
4. Mengevaluasi apakah prosedur penyaluran kredit yang dilakukan telah baik atau masih perlu disempurnakan.
5. Memperbaiki kesalahan-kesalahan karyawan analisis kredit dan mengusahakan agar kesalahan itu tidak terulang kembali.
6. Mengetahui posisi persentase collectibility credit yang disalurkan bank
7. Meningkatkan moral dan tanggungjawab karyawan analisis kredit bank

Mari Berteman ^^
Share:

Jul 7, 2012

SEKILAS TENTANG BPR

Pengertian BPR ( Bank Perkreditan Rakyat)
Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ) adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah. Dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. BPR sudah ada sejak jaman sebelum kemerdekaan yang dikenal dengan sebutan Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani dan Bank Dagang Desa atau Bank Pasar.
BPR merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut secara jelas disebutkan bahwa ada dua jenis bank, yaitu BANK UMUM dan BPR. Fungsi BPR tidak hanya sekedar menyalurkan kredit kepada para pengusaha mikro, kecil dan menengah, tetapi juga menerima simpanan dari masyarakat. Dalam penyaluran kredit kepada masyarakat menggunakan prinsip 3T, yaitu Tepat Waktu, Tepat Jumlah, Tepat Sasaran, karena proses kreditnya yang relatif cepat, persyaratan lebih sedeRata Penuhrhana, dan sangat mengerti akan kebutuhan Nasabah.

Usaha BPR
Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan pendapatan bunga. Adapun usaha-usaha BPR adalah :
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.

Usaha yang Tidak Boleh Dilakukan BPR
Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah :
1. Menerima simpanan berupa giro.
2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
3. Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
4. Melakukan usaha perasuransian.
5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.

Alokasi Kredit BPR
Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu :

1. Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.

2. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau seke¬lompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

3. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge

Share:

PERAN BPR

Landasan Hukum dan Pengertian BPR
Landasan Hukum BPR adalah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPR sebagai satu jenis bank yangkegiatan usahanya terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Dalam pelaksanaan kegiatan usahanya BPR dapat menjalankan usahanya secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah.
Lingkup Kegiatan BPRKegiatan usaha yang diperkenankan dilakukan oleh BPR sangat terbatas dibandingkan dengan Bank Umum, yaitu hanya meliputi penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, memberikan kredit serta menempatkan dana dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan/ atau tabungan pada bank lain. BPR tidak diperkenankan menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran serta melakukan kegiatan usaha selain yang diperkenankan.

Selain itu, BPR tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pedagang valuta asing (dengan izin Bank Indonesia), melakukan penyertaan modal, dan melakukan usaha perasuransian. Adapun wilayah kantor operasionalnya dibatasi dalam 1 (satu) propinsi.

Arsitektur Perbankan Indonesia
Dalam rangka memperkuat fundamental industry perbankan serta memberikan arah dan strategi perbankan ke depan telah disusun Arsitektur Perbankan Indonesia (API). API merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan di Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu sampai sepuluh tahun berlandaskan visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien, guna menciptakan kestabilan system keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Untuk mencapai visi tersebut, salah satu sasaran yang ingin dicapai yaitu menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat serta mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan. Melalui kebijakan tersebut diharapkan dapat tercapai struktur perbankan yang terdiri dari empat strata bank yaitu :
  1. Bank internasional yang memiliki kapasitas dan kemampuan beroperasi di wilayah internasional serta memiliki modal diatas Rp50 triliun;
  2. Bank nasional yang memiliki cakupan usaha sangat luas dan beroperasi secara nasional serta memiliki modal antara Rp10 triliun sampai dengan Rp50 triliun;
  3. Bank dengan fokus usaha tertentu yaitu bank yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank serta memiliki modal antara Rp100 miliar sampai dengan Rp10 triliun; serta
  4. BPR dan bank dengan kegiatan usaha terbatas yang memiliki modal di bawah Rp100 miliar.
Dalam rangka mencapai visi tersebut di atas, program-program API telah memberikan perhatian pada perlunya penguatan permodalan, kelembagaan dan manajemen BPR, serta penyempurnaan pengaturan dan pengawasan BPR.

Posisi Strategis BPRDisadari bahwa selama ini sebagian besar pengusaha mikro dan kecil, serta masyarakat di daerah pedesaan belum mendapatkan pelayanan jasa keuangan perbankan baik dari aspek pembiayaan maupun penyimpanan dana. Adapun lembaga keuangan yang tepat dan strategis untuk melayani kebutuhan masyarakat tersebut adalah BPR dengan pertimbangan:
  • BPR merupakan lembaga intermediasi sesuai dengan UU Perbankan.
  • BPR merupakan lembaga keuangan yang diatur dan diawasi secara ketat oleh Bank Indonesia.
  • Adanya penjaminan oleh LPS atas dana masyarakat yang disimpan di BPR.
  • BPR berlokasi di sekitar UMK dan masyarakat pedesaan, serta memfokuskan pelayanannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut.
  • BPR memiliki karakteristik operasional yang spesifik yang memungkinkan BPR dapat menjangkau dan melayani UMK dan masyarakat pedesaan.
Posisi BPR yang strategis tersebut perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar keberadaan BPR  memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan mendorong perekonomian daerah.

Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

INILAH CARANYA AGAR DP KKB & KPR TIDAK TERLALLU BESAR



Mengingat besarnya pertumbuhan portofolio kredit di Indonesia atau secara khusus di pulau Jawa, maka wajarlah BI dan Pemerintah selaku Otoritas menelurkan Peraturan baru terkait jumlah Down Payment (DP) untuk kredit kendaraan bermotor dan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), menurut Saya jika dilihat dari faktor Prudential Banking (Prinsip Kehati-hatian Bank) hal ini merupakan cara kongkrit untuk menekan laju NPL (Non Performing Loan), karna kira kira sepertiga uang debitur sudah terlebih dahulu terkuras untuk pembayaran DP, jadi bagaimana pun perhitungannya debitur tetap dirugikan apabila kreditnya harus mempunyai kualitas kolektibilitas macet, sehingga harus dilakukan eksekusi agunan, apalagi KPR yang cenderung naik harganya, disisi lain hal ini mencegah terjadinya fenomena Bubble dibidang properti yaitu meningkatnya harga asset properti yang tidak  mencerminkan harga sebenarnya. 

Singkat cerita mengacu pada Surat Edaran BI No. 14/ 10 /DPNP, telah diatur secara spesifik pada :

KREDIT KENDARAAN BERMOTOR (KKB)

Point IV Butir C 

DP ditetapkan sebesar persentase tertentu dari harga pembelian kendaraan bermotor yang dibiayai oleh Bank. DP untuk Bank yang memberikan KKB sebagaimana diatur dalam SE ini ditetapkan sebagai berikut:

1. DP paling rendah 25% (dua puluh lima persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua.
2. DP paling rendah 30% (tiga puluh persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat untuk 
    keperluan non produktif.
3. DP paling rendah 20% (dua puluh persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat atau lebih 
    untuk keperluan produktif.

KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR)

Perhitungan rasio LTV (Loan to Value) dilakukan sebagai berikut: 

1. Nilai kredit ditetapkan berdasarkan plafon kredit yang diterima oleh debitur sebagaimana tercantum 
    dalam  perjanjian kredit; dan
2. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai pengikatan agunan oleh Bank.

Rasio LTV untuk Bank yang memberikan KPR sebagaimana diatur dalam SE ini ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen).

dengan demikian dapat Saya simpulkan dengan kata lain nasabah harus merogoh kocek sekitar 30 % dari total plafon pinjaman.

Lalu bagaimana dengan calon debitur yang tidak memiliki DP seperti yang telah ditetapkan oleh BI dan Pemerintah ?

Tenang, untuk menjawab pertanyaan itulah mengapa Saya membuat tulisan ini.. :)

Jika kita cermati Surat Edaran yang telah Saya uraikan diatas tadi ternyata hanya untuk Bank Umum dan Leasing :),, apa maksudnya ?  maksudnya adalah masih ada kok lembaga keuangan bank lain yang tidak terjamah oleh peraturan ini. 

Menurut Saya, untuk saat ini yang paling fleksibel adalah memanfaatkan Bank Syariah untuk mengajukan Pembiayaan :), untuk anda yang masih asing dengan Bank Syariah, silahkan mengklik link berikut : Bank Syariah

Mengapa harus Bank Syariah ?

Bank Syariah memiliki beragam produk yang selama ini mungkin belum kita kenal, sesungguhnya produk dan jasa yang ditawarkan di Bank Syariah tidaklah jauh berbeda dengan Bank Umum Konvensional, namun jika di Bank Syariah kita akan menemukan istilah - istilah dan kegiatan perbankan yang menganut sistim Syariah Islam dan sekali lagi perlu kita ingat untuk saat ini Bank Syariah "belum" terjamah oleh Peraturan tentang batasan DP yang harus dibayarkan oleh calon debitur. 

Berikut adalah akad - akad yang terdapat pada Bank Syariah : silahkan Klik disini

Jadi tunggu apalagi ?? Jika kita selama ini hanya mengenal Bank umum atau lembaga keuangan non bank lainnya untuk mengakomodir kebutuhan kredit kita, maka liriklah Bank Syariah.

Sekian informasi dari Saya
Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

Jul 6, 2012

AKAD PERBANKAN SYARIAH




Jenis-Jenis Akad dalam Kegiatan Usaha Perbankan Syariah
Akad Keterangan
Mudharabah Akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Bank Syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (‘amil, mudharib, atau Nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam Akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.
Musyarakah Akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing.
Murabahah Akad Pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.

Akad Pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati
Salam Akad Pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustashni’) dan penjual atau pembuat (shani’).
Istishna’ Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri
Ijarah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
Ijarah Muntahiyah
Bit Tamlik
Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
Qardh Akad pinjaman dana kepada Nasabah dengan ketentuan bahwa Nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati.

Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

KEWAJIBAN MEMILIKI NPWP OLEH DEBITUR


Kewajiban melampirkan NPWP dalam pengajuan kredit diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak: SE-06/PJ.23/1995 tentang Kewajiban Penyampaian NPWP dan Laporan Keuangan Dalam Permohonan Kredit. Kewajiban ini berlaku untuk kredit dengan plafon di atas Rp30 juta. Berikut bunyi ketentuan selengkapnya;
“Atas setiap pengajuan permohonan satu atau beberapa jenis kredit dengan plafon Rp. 30 juta ke atas, atau permohonan penambahan kredit sehingga plafon kreditnya mencapai Rp. 30 juta ke atas, bank wajib meminta kepada pemohon kredit untuk menyampaikan foto copy Kartu NPWP-nya.”
Dalam peraturan tersebut di atas juga diatur bahwa kewajiban penyampaian NPWP tersebut dikecualikan bagi:
(1) Permohonan kredit yang diajukan oleh pemohon kredit yang merupakan satu kelompok sepanjang plafon kredit masing-masing anggotanya di bawah Rp30 juta;

(2) Pemohon kredit orang pribadi yang berpenghasilan netto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak;

(3) Pemohon kredit orang pribadi yang tidak mempunyai penghasilan lain selain penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan dari satu pemberi kerja. Tetapi pemohon kredit disyaratkan untuk menyampaikan foto copy lampiran SPT Tahunan PPh Pasal 21 (Formulir 1721-A1 atau Formulir 1721-A2).

Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

KREDIT SINDIKASI


Menurut Kamus yang dimuat dalam situs resmi Bank Indonesia (bi.go.id), disebutkan bahwa kredit sindikasi adalah:
“pemberian kredit oleh sekelompok bank kepada satu debitur, yang jumlah kreditnya terlalu besar apabila diberikan oleh satu bank saja (loan syndication)”
Kredit sindikasi di Indonesia pada awalnya diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/33/UPK tanggal 3 Oktober 1973 mengenai Pembiayaan Bersama oleh Bank-Bank Pemerintah (Konsorsium), dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/26/UPK yang dikeluarkan pada tahun 1979. Terakhir, kredit sindikasi diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/23/DPD tertanggal 8 Juli 2005.
Iswahjudi A. Karim dalam makalahnya berjudul “Kredit Sindikasi” menyebutkan bahwa Kredit Sindikasi atau ”Syndicated Loan” ialah pinjaman yang diberikan oleh beberapa kreditur sindikasi, yang biasanya terdiri dari bank-bank dan/atau lembaga-lembaga keuangan lainnya kepada seorang debitur, yang biasanya berbentuk badan hukum; untuk membiayai satu atau beberapa proyek (pembangunan gedung atau pabrik) milik debitur.
Mengapa kredit sindikasi dilakukan? Iswahjudi A. Karim selanjutnya menjelaskan bahwa kredit tersebut diberikan secara sindikasi, karena jumlah yang dibutuhkan untuk membiayai proyek tersebut sangat besar, sehingga tidak mungkin dibiayai oleh kreditur tunggal. Hal ini sesuai dengan definisi di atas, bahwa dalam pemberian kredit sindikasi, jumlah kreditnya terlalu besar apabila diberikan oleh satu bank saja.
Menurut Budhiono Budoyo, keuntungan memberikan kredit sindikasi adalah:
1.      Dapat mengatasi masalah BMPK (Batas Maksimal Penyaluran Kredit)

2.      Risk Sharing dengan bank lain

3.      Memupuk hubungan kerjasama dengan suatu grup usaha.

4.      Meningkatkan Fee Based Income (pendapatan yang berasal dari fee)

5.  Learning process bagi participating bank. Ada beberapa bank yang tidak mempunyai pengalaman dalam kredit sindikasi. Dengan menjadi salah satu peserta sindikasi, maka bank tersebut dapat mempelajari mengenai kredit sindikasi

6.      Agar dikenal di pasar sindikasi, bagi bank sulit untuk masuk ke dalam suatu kredit sindikasi terutama apabila tidak mempunyai pengalaman sindikasi.
Hal di atas disebutkan oleh Budhiono Budoyo dalam makalahnya berjudul “Aspek Bisnis dalam Pembentukan Kredit Sindikasi dan Tanggung Jawab Masing-Masing Pihak di Dalamnya” yang dibukukan dalam proceedings “Kredit Sindikasi”, hasil kerjasama Pusat Pengkajian Hukum dan Mahkamah Agung RI.
Sementara itu, Arief T. Surowidjojo dalam makalahnya “Aspek Hukum yang Harus Diperhatikan dalam Kredit Sindikasi” menguraikan beberapa permasalahan dalam kredit sindikasi yang harus diperhatikan antara lain:
1.      Hak, kewajiban dan tanggung jawab anggota sindikasi, harus secara detail diatur dalam perjanjian.

2.      Hak, kewajiban dan tanggungjawab debitor pada para kreditor, misalnya kapan wanprestasi terjadi, apakah cukup bila wanprestasi terjadi pada satu kreditor atau harus kepada kreditor yang lain juga.

3.      Masalah enforcement hak-hak anggota sindikasi.

4.      Masalah dengan hukum dan yurisdiksi, apabila salahsatu peserta sindikasi adalah entity asing yang tunduk pada hukum asing. Menjadi masalah ke mana penyelesaian sengketa akan diajukan?
Jadi, karena rumitnya perjanjian kredit sindikasi ini, maka perlu kehati-hatian lebih dari pihak bank sebelum memutuskan apakah akan ikut dalam suatu perjanjian kredit sindikasi.

1.      Peraturan Bank Indonesia No. 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank
2.      Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/23/DPD tertanggal 8 Juli 2005

Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

PENGERTIAN SUKUK

Menurut UU Pasar Modal No. 8 tahun 1995, Obligasi Konvensional yaitu “Surat berharga jangka panjang yang bersifat hutang yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi dengan kewajiban membayar bunga pada priode tertentu dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo”. Sedangkan Obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Semenjak ada konvergensi pendapat bahwa bunga adalah riba, maka instrumen-instrumen yang punya komponen bunga (interest-bearing instruments) ini keluar dari daftar investasi halal. Karena itu, dimunculkan alternatif yang dinamakan obligasi syariah.
Selama ini investasi pada pasar modal adalah obligasi yang dikeluarkan perusahaan (emiten) sebagai surat berharga jangka panjang. Obligasi ini bersifat utang dengan memberikan tingkat bunga (kupon) kepada investor (pemegang obligasi) pada saat jatuh tempo. Bentuk investasi ini dirasakan belum mampu memenuhi kebutuhan sebagian investor di Indonesia. Atas dasar itu, praktisi pasar modal di Indonesia berkeinginan kuat untuk meluncurkan produk investasi obligasi berdasar konsep syariah. Konsep ini mempunyai prinsip memberikan penghasilan bagi investor. Penghasilan ini berasal dari bagi hasil usaha tersebut.
Obligasi Syariah Mudharabah ditawarkan dengan ketentuan yang mewajibkan emiten untuk membayar kepada pemegang obligasi tersebut sejumlah pendapatan bagi hasil dan membayar kembali dana Obligasi Syariah Mudharabah pada tanggal jatuh tempo. Pendapatan bagi hasil dibayarkan setiap periode tertentu (3 bulan, 6 bulan, atau setiap tahun). Besarnya pendapatan bagi hasil dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang Obligasi Syariah Mudharabah dengan pendapatan yang dibagihasilkan, yang besarnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten triwulanan yang terakhir diterbitkan sebelum tanggal pembayaran pendapatan bagi hasil yang bersangkutan. Pembayaran pendapatan bagi hasil kepada masing-masing pemegang obligasi akan dilakukan secara proporsional sesuai dengan porsi kepemilikan obligasi syariah yang dimiliki dibandingkan dengan jumlah dana obligasi syariah yang belum dibayarkan kembali.
Berdasarkan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002, “Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo”.
(1) Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam di antaranya adalah:
a. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional
b. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram.
c. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.
(2) Peringkat Investment Grade:
a. memiliki fundamental usaha yang kuat;
b. memiliki fundamental keuangan yang kuat;
c. memiliki citra yang baik bagi publik
(3) Keuntungan tambahan jika termasuk Korporasi atau Institusi Syariah yang terdaftar dalam komponen Jakarta Islamic Index.

Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

SIAPA SAJA YANG TERMASUK KATEGORI PEJABAT BANK ?

UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

  (“UU Perbankan”) menyebutkan ada dua jenis pegawai bank, yakni:

-      pejabat bank;dan
-      karyawan bank (disimpulkan dari Penjelasan Pasal 47 dan 49 UU Perbankan).
Lalu, istilah pejabat bank juga ditemui dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia No. 11/19/PBI/2009 Tahun 2009 tentang Sertifikasi Manajemen Resiko Bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum (sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Bank Indonesia No. 12/7/PBI/2010 Tahun 2010)yang mendefinisikan: “Pejabat Bank adalah pegawai Bank yang menduduki jabatan di bawah Direksi sesuai dengan ukuran dan kompleksitas usaha, termasuk pegawai Bank yang mempunyai pengaruh atas kebijakan dan atau operasional Bank.
Dari pengaturan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua karyawan bank merupakan pejabat bank. Pegawai bank yang tidak mempunyai pengaruh atas kebijakan dan atau operasional bank bukanlah seorang pejabat bank, maka ia termasuk kategori sebagai karyawan bank.
Terkait dengan sanksi pidana dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Perbankan dalam Penjelasan Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Perbankan dinyatakan “Yang dimaksud dengan pegawai bank adalah pejabat bank yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab tentang hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan.” Maka jelas bahwa yang dimaksud dengan pegawai bank dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Perbankan adalah terbatas pada pejabat bank yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab tentang hal yang berkaitan dengan usaha bank. 
Jadi, pengaturan Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Perbankan hanya berlaku bagi pegawai bank yang merupakan pejabat bank dan tidak berlaku bagi seluruh karyawan bank.

Dasar hukum:
1.   Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;

2.     Peraturan Bank Indonesia No. 11/19/PBI/2009 Tahun 2009 tentang Sertifikasi Manajemen Resiko Bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum;

3.    Peraturan Bank Indonesia No. 12/7/PBI/2010 Tahun 2010 Tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 11/19/PBI/2009 Tahun 2009 tentang Sertifikasi Manajemen Resiko Bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum.



Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

Jul 3, 2012

PENYEBAB INFLASI


Menentukan seberapa parah tingkat inflasi tidak hanya diukur berdasarkan presentase,  melainkan yang paling penting adalah dampak yang ditimbulkan inflasi tersebut. Walaupun presentase kenaikan inflasi rendah namun kenaikannya bersumber dari kenaikan barang-barang pokok tentunya dapat menimbulkan permasalahan yang serius bagi perekenomian.

PENYEBAB INFLASI

Menurut penyebab awalnya, inflasi dapat digolongkan sebagai berikut :
  1. Inflasi yang timbul sebagai akibat dari peningkatan permintaan masyarakat (demand full inflation).
  2. Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi yanglazim disebut cosh push inflation.
Dampak dari kedua macam inflasi tersebut tidaklah berbeda dari sisi kenaikan harga output, namun dari sisi volume output Gross Domestic Product (GDP) terdapat perbedaan. Dalam hal demand full inflation umumnya ada kecenderungan output rikk meningkat bersama-sama dengan kenaikan harga umumnya. Sebaliknya cosh push inflation umumnya kenaikan harga barang dibarengi dengan penurunan volume / omzet penjualan barang-barang dengan kata lain terjadi kelesuan dunia usaha.
Perbedaan lainnya dari kedua proses inflasi tersebut adalah pada demand full inflation kenaikan harga barang-barang akhir (final product / output) mendahului kenaikan harga-harga barang input yaitu harga faktor-faktor produksi. Sebaliknya pada cosh push inflation kenaikan harga barang-barang input mendahului harga barang-barang akhir.
Dalam kenyataannya, inflasi yang terjadi umumnya adalah diakibatkan oleh kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut sehingga seringkali keduanya saling memperkuat satu sama lain.
Berdasarkan sumber atau asalnya, inflasi dapat dibedakan menjadi i). Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) dan ii). Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation).
Domestic inflation. Timbul karena defisit anggaran pemerintah yang dibiayai oleh pencetakan uang baru yang menyebabkan jumlah uang beredar naik atau karena gagal panen (persediaan barang menurun) dll.
Imported Inflation. Adalah inflasi yang timbul akibat kenaikan harga barang-barang import dari luar negeri yang menyebabkan :
  • kenaikan index biaya hidup (jika barang import termasuk kelompok yang mempengaruhi index),
  • secara tidak langsung menaikkan index harga melalui peningkatan biaya produksi jika menggunakan barang import tersebut sebagai faktor produksi,
  • secara tidak langsung memungkinkan kenaikan harga dalam negeri karena barang sejenis yang dihasilkan di dalam negeri ikut menaikkan harga.
Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

RUMUS PRODUK DOMESTIK BRUTO




Di bawah ini adalah rumus untuk menghitung secara agregat Produk Domestik Bruto / PDB, Produk Nasional Bruto / PNB, Produk Nasional Netto / PNN, Pendapatan Nasional / PN, Pendapatan Individu dan Pendapatan Yang Dapat Bibelanjakan. Semua disertai arti definisi / pengertian masing-masing istilah.

A. Menghitung Produk Domestik Bruto / PDB / Produk Domestik Kotor

Pengertian Produk Domestik Bruto atau PDB adalah hasil output produksi dalam suatu perekonomian dengan tidak memperhitungkan pemilik faktor produksi dan hanya menghitung total produksi dalam suatu perekonomian saja.

Rumusnya adalah
PDB = C + G + I + ( X - M )

atau 

produk domestik bruto = pengeluaran rumah tangga + pengeluaran pemerintah + pengeluaran investasi + ( ekspor - impor )

B. Menghitung Produk Nasional Bruto / PNB / Produk Nasional Kotor

Pengertian Produk Nasional Bruto adalah hasil produksi dalam suatu wilayah yang telah dikurangi hasil faktor produksi yang pemiliknya bukan berasal dari dalam perekonomian serta ditambah nilai faktor produksi dari dalam perekonomian yang berada di luar daerah perekonomian.

Rumus hitung PNB yaitu :

Produk Nasional Bruto = PDB + hasil faktor produksi milik domestik yang ada di luar negeri - hasil output faktor produksi milik luar negeri yang ada di dalam negeri

C. Menghitung Produk Nasional Neto / PNN / Produk Nasional Bersih

Pengertian Produk Nasional Netto adalah produk nasioanl yang memperhitungkan pengeluaran investasi neto dengan mengurangi investasi bruto dengan depresiasi.

Rumus PNN yakni :
Produk Nasional Netto = Produk Nasional Bruto - Depresiasi

D. Menghitung Pendapatan Nasional / PN

Pendapatan Nasioanl merupakan pendapatan yang memperhitungkan balas jasa atas faktor produksi dengan mengurangi produk nasional neto dengan pajak tidak langsung dan ditambah dengan subsidi.

Rumus PN :

Pendapatan Nasional = Pendapatan Nasional Neto - Pajak Tidak Langsung + Subsidi

E. Pendapatan Personal / Individu / Perseorangan / PP

Pengertian Pendapatan Nasional adalah hak individu yang merupakan balas jasa atas proses produksi yang dijalani. Dari keseluruhan pendapatan nasional yang ada tidak sepenuhnya milik perseorangan, karena sebagain merupakan hak dari perusahaan seperti laba ditahan, penerimaan bukan balas jasa, pembayaran asuransi sosial dan pendapatan bunga perseorangan dari pemerintah dan konsumen.

Rumus PP :

Pendapatan Personal = Produk Nasional Neto - Laba Ditahan - Pembayaran Asuransi Sosial - Penerimaan Bukan Balas Jasa - Pendapatan Bunga Dari Konsumen dan Pemerintah

F. Pendapatan Personal Yang Dapat Dibelanjakan

Pengertian Pendapatan Personal Disposable adalah penghasilan individu dalam suatu perekonomian yang bersih dan sudah bisa dibelanjakan secara keseluruhan setelah pendapatan nasional dikurangi dengan pajak penghasilan perseorangan.
Rumus pendapatan perorangan yang dapat dibelanjakan :
Pendapatan personal yang dapat dibelanjakan = pendapatan personal - pajak pendapatan personal.
Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

GROSS DOMESTIC PRODUCT (GDP)



Sebagai insan perbankan kita wajib tahu apa itu GDP, karna memiliki relevansi yang erat dengan inflasi, berikut saya sediakan pengertian GDP

Definisi Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP)

Gross Domestic Product (GDP) adalah penghitungan yang digunakan oleh suatu negara sebagai ukuran utama bagi aktivitas perekonomian nasionalnya, tetapi pada dasarnya GDP mengukur seluruh volume produksi dari suatu wilayah (negara) secara geografis.

Sedangkan menurut McEachern (2000:146), GDP artinya mengukur nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang berada dalam suatu negara selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. GDP juga dapat digunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke waktu atau untuk membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat.
Gross domestic product hanya mencakup barang dan jasa akhir, yaitu barang dan jasa yang dijual kepada pengguna yang terakhir. Untuk barang dan jasa yang dibeli untuk diproses lagi dan dijual lagi (Barang dan jasa intermediate) tidak dimasukkan dalam GDP untuk menghindari masalah double counting atau penghitungan ganda, yaitu menghitung suatu produk lebih dari satu kali.
Contohnya, grosir membeli sekaleng tuna seharga Rp 6.000,- dan menjualnya seharga Rp 9.000,-. Jika GDP menghitung kedua transaksi tersebut , Rp 6.000,- dan Rp 9.000,-, maka sekaleng tuna itu dihitung senilai Rp 15.000,- (lebih besar daripada nilai akhirnya). Jadi, GDP hanya menghitung nilai akhir dari suatu produk yaitu sebesar Rp 9.000,-. Untuk barang yang diperjual-belikan berulang kali (second-hand) tidak dihitung dalam GDP karena barang tersebut telah dihitung pada saat diproduksi. (2000:146-147).

Tipe-tipe GDP
Ada dua tipe GDP, yaitu :
1) GDP dengan harga berlaku atau GDP nominal, yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pada tahun tersebut.
2) GDP dengan harga tetap atau GDP riil, yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun lain Angka-angka GDP merupakan hasil perkalian jumlah produksi (Q) dan
harga (P), kalau harga-harga naik dari tahun ke tahun karena inflasi, maka besarnya GDP akan naik pula, tetapi belum tentu kenaikan tersebut menunjukkan jumlah produksi (GDP riil). Mungkin kenaikan GDP hanya disebabkan oleh kenaikan harga saja, sedangkan volume produksi tetap atau merosot.

Perhitungan GDP

Menurut McEachern (2000:147) ada dua macam pendekatan yang digunakan dalam perhitungan GDP, yaitu:
1. Pendekatan pengeluaran, menjumlahkan seluruh pengeluaran agregat pada seluruh barang dan jasa akhir yang diproduksi selama satu tahun.
2. Pendekatan pendapatan, menjumlahkan seluruh pendapatan agregat yang diterima selama satu tahun oleh mereka yang memproduksi output tersebut.

GDP berdasarkan Pendekatan Pengeluaran.

Menurut McEachern (2000:149) untuk memahami pendekatan pengeluaran pada GDP, kita membagi pengeluaran agregat menjadi empat komponen, konsumsi, investasi, pembelian pemerintah, dan ekspor netto. Kita akan membahasnya satu per satu.
1. Konsumsi, atau secara lebih spesifik pengeluaran konsumsi perorangan, adalah pembelian barang dan jasa akhir oleh rumah tangga selama satu tahun. Contohnya : dry cleaning, potong rambut, perjalanan udara, dsb.
2. Investasi, atau secara lebih spesifik investasi domestik swasta bruto, adalah belanja pada barang kapital baru dan tambahan untuk persediaan.
Contohnya : bangunan dan mesin baru yang dibeli perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa.
3. Pembelian pemerintah, atau secara lebih spesifik konsumsi dan investasi bruto pemerintah, mencakup semua belanja semua tingkat pemerintahan pada barang dan jasa, dari pembersihan jalan sampai pembersihan ruang pengadilan, dari buku perpustakaan sampai upah petugas perpustakaan. Di dalam pembelian pemerintah ini tidak mencakup keamanan sosial, bantuan kesejahteraan, dan asuransi pengangguran. Karena pembayaran tersebut mencerminkan bantuan pemerintah kepada penerimanya dan tidak mencerminkan pembelian pemerintah.
4. Ekspor netto, sama dengan nilai ekspor barang dan jasa suatu negara dikurangi dengan impor barang dan jasa negara tersebut. Ekspor netto tidak hanya meliputi nilai perdagangan barang tetapi juga jasa.

Dalam pendekatan pengeluaran, pengeluaran agregat negara sama dengan penjumlahan konsumsi, C, investasi, I, pembelian pemerintah, G, dan ekspor netto, yaitu nilai ekspor, X, dikurangi dengan nilai impor, M, atau (X-M).
Penjumlahan komponen tersebut menghasilkan pengeluaran agregat, atau GDP:
C + I + G + (X-M) = Pengeluaran agregat = GDP

GDP berdasarkan Pendekatan Pendapatan.

Menurut McEachern (2000:151) pendapatan agregat sama dengan penjumlahan semua pendaptan yang diterima pemilik sumber daya dalam perekonomian (karena sumber dayanya digunakan dalam proses produksi). Sistem pembukuan double-entry dapat memastikan bahwa nilai output agregat sama dengan pendapatan agregat yang dibayarkan untuk sumber daya yang digunakan dalam produksi output tersebut: yaitu upah, bunga, sewa, dan laba dari produksi.
Jadi kita dapat mengatakan bahwa:
Pengeluaran agregat = GDP = Pendapatan agregat
Suatu produk jadi biasanya diproses oleh beberapa perusahaan dalam perjalanannya menuju konsumen. Meja kayu, misalnya, mulanya sebagai kayu mentah, kemudian dipotong oleh perusahaan pertama, dipotong sesuai kebutuhan mebel oleh perusahaan kedua, dibuat meja oleh perusahaan ketiga, dan dijual oleh perusahaan keempat. Double counting dihindari dengan cara hanya memperhitungkan nilai pasar dari meja pada saat dijual kepada pengguna akhir atau dengan cara menghitung nilai tambah pada setiap tahap produksi. Nilai tambah dari setiap perusahaan sama dengan harga jual barang perusahaan tersebut dikurangi dengan jumlah yang dibayarkan atas input perusahaan lain.
Nilai tambah dari tiap tahap mencerminkan pendapatan atas pemilik sumber daya pada tahap yang bersangkutan. Penjumlahan nilai tambah pada semua tahap produksi sama dengan nilai pasar barang akhir, dan penjumlahan nilai tambah seluruh barang dan jasa akhir adalah sama dengan GDP berdasarkan pendekatan pendapatan.
Mari Berteman ^^
David Iskandar | Create Your Badge
Share:

My Linkedin

Anda Pengunjung Ke

Popular Posts

Search This Blog